BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Pengetahuan tentang
kelarutan dan fenomena distribusi dari suatu sediaan obat sangat penting untuk
seorang farmasis, sebab hal ini dapat membantu memilih medium pelarut yang
paling baik untuk obat atau kombinasi obat.Fenomena distribusi adalah suatu
fenomena dimana suatu senyawa terdistribusi ke dalam senyawa yang tidak saling
bercampur, dimana hal ini bergantung pada interaksi fisika dan kimia antara pelarut
dan senyawa terlarut.Kelarutan suatu zat
dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan
jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.Kelarutan dinyatakan dalam mililiter
pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat, pelepasan zat dari bentuk
sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan kimia zat-zat
tersebut serta formulasinya.(Martin, 1990).
Daya kelarutan suatu zat memegang peranan penting dalam formulasi suatu
obat.Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat
hidrofobik.Kegunaan klinik dari
obat-obatan hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan,
dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh.
Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/mL mempunyai tingkat
disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat
tersebut sangat berkaitan.
Untuk menentukan
suatu jenis pelarut, harus mengetahui sifat polaritas dari zat terlarut
tersebut.Dalam farmasi fisika, ada istilah yang disebut dengan like dissolve like, maksud dari istilah
ini adalah suatu kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur
yang menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut.
Untuk
melarutkan suatu zat, sering juga ditemukan zat-zat pelarut yang tidak saling
bercampur.Dalam sistem dua cairan yang tidak saling bercampur, dapat berlaku
hukum distribusi. Hukum ini menyatakan bahwa, jika jika kedalam sistem dua
cairan tidak saling bercampur ditambahkan senyawa ketiga, maka senyawa ini akan
terdistribusi masuk ke dalam dua cairan tersebut. Hukum ini
digunakan hanya untuk konsentrasi zat yang umum pada kedua fase, yaitu
monomer atau molekul sederhana dari zat.
Dalam
praktikum kali ini, akan dilakukan percobaan untuk mementukan kelarutan dan
koefisien distribusi dengan menggunakan sampel asam benzoat sebagai zat terlarut
dan air sebagai pelarut.
I.2. Maksud dan
Tujuan Percobaan
I.2.1. Maksud
Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan dan koefisien
distribusi zat padat dalam pelarut pada berbagai suhu dan dua pelarut yang
tidak saling bercampur.
I.2.2.Tujuan
Percobaan
Menentukan perbandingan
kelarutan dan koefisien distribusi dari asam borat dalam pelarut air pada suhu
kamar, 450C dan 600C dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur.
I.3. Prinsip
Percobaan
Penentuan kelarutan dari asam borat pada suhu kamar, 450C
dan 600C dengan cara melarutkan, menyaring, mengeringkan dan
menimbang residu zat yang tidak larut dan penentuan koefisien distribusi asam
borat dalam pelarut air dan minyak kelapa berdasarkan perbandingan kelarutan
suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yang dititrasi dengan
larutan baku NaOH 0,0979 N yang ditandai dengan bantuan indikator fenoftalein.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1. Teori Umum
Secara kuantitatif kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi
zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu,
kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram
zat, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
fisika dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat
diabsorbsi setelah zat aktifnya larut dalam cairan tubuh sehingga salah satu
usaha mempertinggi efek farmakologinya dari sediaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya (Martin, 1990).
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumah solute yang dibutuhkan
untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah tertentu solven
(Moechtar, 1989).
Larutan jenuh
merupakan larutan yang zat terlarutnya berada dalam kesetimbangan dengan fase
padat.Larutan tidak jenuh adalah
suatu larutan yang mengandung konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan
untuk penjenuhan sempurna pada temperatur.Larutan
lewat jenuh suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi
lebih banyak dari pada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, sehingga
ada zat terlarut yang tidak larut. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada
sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor
temperatur, tekanan, pH, larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung
pada hal terbaginya zat terlarut (Martin,1990).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kelarutan suatu zat antara lain (Martin, 1990 ) :
1. Pengaruh
pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat
organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh
pH pelarutnya. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan
anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan
dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut
dalam air.
2. Pengaruh
temperatur (suhu)
Kelarutan
zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur. Kelarutan suatu zat padat dalam air
akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan
semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak
antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi
lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda
dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas
dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air
akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.
3. Pengaruh
jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya.
Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar
dan non polar dari suatu molekul. Makin
panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam
air. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
·
Mengurangi gaya tarik
antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
·
Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena
pelarut ini bersifat amfiprotik.
·
Membentuk ikatan hidrogen
dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik
antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan ikatan
kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan
berkurangnya ukuran partikel suatu zat.Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga
berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris
lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.
5. Pengaruh
konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar
sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik
ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat kelarutan bahan
obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa yang larut baik
dalam bentuk lamak terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung banyak lemak
sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak diambil oleh jaringan lemak
karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel (Ernest, 1999).
Pengaruh
distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat terarah
kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan
distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar
dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun demikian
kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal kecil, pada
kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau infus
sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang terarah
(Ernest, 1999).
II.2. Uraian
Bahan
II.2.1.
Air Suling (Dirjen POM, 1979)
Nama
Resmi : Aqua
destilata
Sinonim : Air Suling, aquadest, aqua depurate
RM/BM : H2O / 18,02
H H
O
|
Pemerian : Cairan jernih tidak bewarna, tidak
berbau, tidak mempunyai rasa
Kegunaan : Zat
pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II.2.2. Alkohol
(Dirjen POM, 1979)
Nama
Resmi : Aethanolum
Nama
Lain : Atanol, alkohol
RM/BM : C2H6O/46,07
Pemerian : cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah
begerak, bau khas; rasa panas, mudah terbakardengan memberikan warna biru yang
tidak berasap
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, kloroform, dan
dalameter p
Khasiat : sebagai antiseptik
Kegunaan :
membersihkan alat
II.2.3. Asam Benzoat (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Acidum benzoicum
Sinonim : Asam benzoat
RM / BM : C7H6O2
/ 122
|
Pemberian : Hablur halus dan ringan, tidak
berwarna, tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 350 bagian
air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian kloroform P
dan dalam 3 bagian eter
Khasiat : Antiseptikum ekstern, antijamur
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II2.4.
Fenolftalein (Dirjen POM, 1979)
Nama
Resmi : Phenolfthaleinum
Sinonim
: Fenolftalein
RM/BM : C20H14O4 /
318,33
|
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih
kekuningan
lemah;
tidak berbau; stabil diudara
Kelarutan : Praktis
tidak larut dalam air; larut dalam etanol; agak sukar larut dalam etanol
Kegunaan
: Indikator
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II.2.5.
Minyak Kelapa (Dirjen POM, 1979)
Nama
Resmi : Oleum
cocos
Sinonim
: Minyak kelapa
RM/BM : CH3(CH2)16COOH
/ 284,48 gr
Pemerian : Cairan
jernih; tidak berwarna atau kurang pucat;
bau
khas tidak tengik
Kelarutan
: Larut dalam 2 bagian etanol (96%)P pada
suhu 600C ; sangat mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P
Kegunaan
: sebagai pelarut
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk
II.2.6.
Natrium Hidroksida (Dirjen POM, 1995)
Nama
Resmi : Natrii
Hydroxidum
Sinonim
: Natrium hidroksida
RM/BM : NaOH / 40,00
Na - O - H
|
Pemerian
: Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pelet, serpihan atau
batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukan pecahan hablur. Bila
dibiarkan diudarah akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab
Kelarutan
: Mudah larut dalam air dan etanol
Kegunaan
: Larutan baku sekunder
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
BAB III
METODE KERJA
III.1. Alat
dan Bahan
III.1.1. Alat
1.
Batang
pengaduk
2.
Beker
gelas (250 mL)
3.
Buret (25
mL)
4.
Cawan
porselin
5.
Corong
pisah
6.
Erlenmeyer
(250 mL)
7.
Gelas ukur(250
mL)
8.
Oven
(100
)
9.
Penangas
air(100
)
10. Pipet volume (25 mL)
11. Sendok tanduk
12. Statif dan klem
13. Termometer (100
)
III.1.2. Bahan
2.
Alkohol
70%
3.
Asam
borat
4.
Indikator
fenolftalein
5.
Kertas
perkamen
6.
Kertas
saring
7.
Larutan
baku sekunder NaOH 0,0979 N
8.
Minyak
kelapa
9.
Tissue
roll.
III.2. Cara
Kerja
III.2.1 Penetapan Kelarutan
1.
Disiapakan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Dibersihkan
alat dengan menggunakan alkohol 70%
3.
Ditimbang
asam benzoat 500 gr
4.
Ditimbang
kertas saring pada neraca analitik
5.
Diukur
air suling 180 mL pada gelas ukur
6.
Dipindahkan
air suling ke dalam 1 gelas kimia
7.
Dibiarkan
gelas kimia pertama pada suhu kamar
8.
Dipanaskan
gelas kimia kedua di atas water bath pada suhu 600C.
9.
Dimasukkan
asam benzoat pada 2 gelas kimia dengan suhu yang berbeda
10.
Diaduk
dengan batang pengaduk sampai larut.
11.
Disaring
dengan kertas saring yang telah dijenuhkan melalui corong pisah
12.
Ditampung
airnya pada beker gelas
13.
Dimasukkan
residunya ke dalam cawan poselin,
14.
Dikeringkan
dalam oven pada suhu 1000C, setelah kering ditimbang.
15.
Dihitung
residunya dengan residunya dengan mengurangi dengan mengurangi kertas timbang
berisi residu dengan kertas timbang kosong, lalu dihitung kelarutannya.
III.2.2 Penentuan Koefisien Distribusi
1.
Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Ditimbang
asam borat sebanyak 100 mg.
3.
Dimasukkan
asam borat ke dalam erlenmeyer, kemudian dilarutkan dengan 100 mL air suling.
4.
Diambil
25 mL larutan, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer (sebagai larutan awal).
5.
Ditambahkan
indikator PP ke dalam larutan, lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0,0979 N.
6.
Dicatat
volume titrasi.
7.
Diambil
25 mL dari larutan awal dengan pipet volume dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
8.
Ditambahkan
25 mL minyak kelapa, kemudian dikocok hingga homogen (sebagai larutan akhir).
9.
Didiamkan
selama beberapa menit di dalam corong pisah yang dikaitkan pada statif dan klem
sampai larutan membentuk dua lapisan yang jelas.
10.
Diambil
lapisan air dan lapisan minyak dibuang.
11.
Ditambahkan
3 tetes indicator PP , kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,0979 N.
12.
Dicatat
volume titrasi.
13.
Dilakukan
duplo dengan sampel asam benzoat.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
IV.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Kelarutan Asam
Benzoat
Suhu
(
|
Berat
Sampel (gr)
|
BKS
(gr)
|
BKS
+ Residu (gr)
|
Residu
(gr)
|
Kamar
|
0,5
|
1,03
|
1,48
|
0,45
|
60
|
0,5
|
1,02
|
1,30
|
0,28
|
IV.1.2 Tabel Hasil Pengamatan Distribusi Asam
Borat Pada Pelarut Air Dan Minyak
Berat
(mg)
|
Volume
Titran (mL)
|
|
Tanpa
Minyak
|
Dengan
Minyak
|
|
100
|
2,75
|
1,9
|
100
|
2,6
|
2,1
|
IV.2 Perhitungan
IV.2.1 Penepatan Kelarutan
§ Residu
Residu
= (BKS + Residu) – BKS
Ø Residu (Kamar) = 1,48 gr – 1,03 gr = 0,45 gr
Ø Residu (60 0C) = 1,30 gr – 1,02 gr = 0,28 gr
§ Zat terlarut
Zat
terlarut = Berat Sampel – Residu
Ø Zat terlarut (Kamar) = 0,5 gr – 0,45 gr =
0,05 gr
Ø Zat terlarut (60 0C) = 0,5
gr – 0,28 gr = 0,22 gr
§ Konsentrasi zat terlarut
Konsentrasi
zat terlarut =
Ø Konsentrasi zat terlarut (Kamar) =
=0.000278
gr/mL
Ø Konsentrasi zat terlarut (60 0C) =
=0,00122
gr/mL
IV.2.2 Penentuan Koefisien Distribusi
§ Kadar Asam Borat (tanpa minyak)
Kadar
Asam Borat =
Ø Tanpa minyak
Kadar
1 =
=
= 1,665
Kadar
2 =
=
= 1,574
Ø Dengan minyak
Kadar
1 =
=
= 1,150
Kadar 2 =
=
= 1,271
§ Kadar Fase Minyak
Kadar
Fase Minyak = kadar tanpa minyak – kadar dengan minyak
Ø Kadar Fase Minyak 1 = 1,665 – 1,150
= 0,515
Ø Kadar Fase Minyak 2 = 1,574 – 1,271
=
0,303
§ Koefisien Distribusi
Koefisien Distribusi =
Ø Koefisien distribusi 1 =
= 0,309
Ø Koefisien distribusi 2 =
= 0,192
§ Koefisien Distribusi rata-rata
Koefisien
Distribusi rata-rata =
=
=
= 0,2505
IV.3 Reaksi Kimia
Ø
H3BO3 + H2O H4BO4-
+ H+
Ø
H3BO3 + 3 NaOH Na3BO3 +
3H2O
BAB V
PEMBAHASAN
Secara kuantitatif, kelarutan dapat didefinisikan sebagai konsentrasi
zat terlarut dalam larutan jenuh pada temteratur tertentu, dan secara
kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat
untuk membentuk dispersi molekuler homogeny.Distribusi obat adalah proses suatu
obat yang secara reversibel meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium
(cairan ekstrasel) ddan atau ke sel-sel jaringan (Anonim, 2013).
Dalam percobaan kali ini, kami akan meneliti kelarutan dan koefisien
distribusi dari sampel asam benzoat.
V.1. Penetapan kelarutan asam benzoat
Langkah pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan dalam percobaan yang dilanjutkan dengan membersihkan
alat yang akan diguakan dengan alkohol 70% tujuannya untuk meghindari
mikroorganisme yang ada pada alat karena penyimpanan yang cukup lama. Setelah
itu, ditimbang sampel asam benzoat sebanyak 500 mg dan 2 buah kertas saring
dengan menggunakan neraca analitik kemudian dicatat berat dari masing-masing
kertas saring. Selain itu diukur air suling sebanyak 180 mL dan dimasukkan pada
2 buah gelas kimia yang berbeda.Setelah itu, air dalam gelas kimia pertama
dibiarkan pada suhu kamar dan gelas kimia kedua dipanaskan sampai suhu 60
di atas water bath.Pada keadaan suhu yang
berbeda, masukkan sampel ke dalam 2 gelas kimia yang berbeda suhu tersebut dan
aduk kedua larutan tersebut secara bersamaan sampai larut. Selanjutnya, kedua
larutan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah ditimbang dan
dijenuhkan terlebih dahulu dengan cara dibasahi dengan aquadesmelalui corong
pisahtujuan dari penjenuhan kertas
saring itu sendiri adalah. Filtrat dari larutan yang berupa air ditampung
di dalam gelas kimia yang lain dan residu yang tertinggal pada kertas saring
diletakkan dalam cawan porselin untuk dikeringkan dalam oven dengan suhu 100
. Tujuan
dari pengeringan itu sendiri karena dikhawatirkan berat kandungan airnya akan
berpengaruh pada nilai kelarutannya. Setelah kering, residu beserta kertas saring tersebut ditimbang dan berat
residu dihitung dengan cara mengurangi
berat kertas saring berisi residu dengan berat kertas saring kosong.
Hasil yang diperoleh dari penetapan kelarutan asam
benzoat pada suhu kamar dan suhu 60
adalah 0,05 : 0,22. Dengan demikian, dapat
disimpukan bahwa asam benzoat dapat lebih mudah larut pada suhu yang lebih
tinggi dibandingkan padda suhu rendah.
V.2.
Penentuan Koefisien Distribusi
Dalam
percobaan penentuan kadar dari asam borat dengan air tanpa minyak, langkah
pertama dimulai dengan disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dan
bersihkan alat tersebut dengan menggunakan alkohol 70% tujuannya untuk
meghindari mikroorganisme yang ada pada alat karena penyimpanan yang cukup
lama. Kemudian, ditimbang sampel asam borat sebanyak 100 mg dan diukur air
suling sebanyak 100 mL.Selanjutnya, asam borat dimasukkan ke dalam erlenmeyer
dan dilarutkan dengan air suling yang sudah diukur.Dari larutan tersebut,
dipipet 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berbeda dan ditambahkan
indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu dititrasi dengan
menggunakan NaOH 0,0979 N sebagai larutan baku sekundernya. Hasilnya, larutan
berubah warna dari bening menjadi merah muda keunguan.Hal ini disebabkan karena
metode titrasi
yang digunakan dalam percobaan ini adalah alkalimetri yang dilakukan
berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran
basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik
akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah
muda keunguan. Terakhir
dicatat volume titrasinya.
Selanjutnya, untuk
penentuan kadar dari asam borat yang terdistribusi minyak adalah dengan pertama-tama menyiapkan
alat dan bahan dilanjutkan dengan membersihkan alat dengan alkohol 70%.
Kemudian, dari larutan awal dipipet 25
mL dan dimasukkan ke dalam corong pisah. Setelah itu, ditambahkan minyak kelapa
sebanyak 25 mL lalu dikocok selama 5 menit agar zat dapat
mengadakan keseimbangan antara yang larut dalam air dan yang larut dalam minyak
kelapa serta gugus polar dan non polar dari asam borat maupun dari asam benzoat
dapat bereaksi dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana
kelarutannya paling besar (Rivai, 1995).
Setelah melalui proses
pengocokkan, larutan didiamkan selama 10-15 menit sampai campuran tersebut
terpisah menjadi dua lapisan. Setelah dua lapisan terbentuk, lapisan air
dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes, yang dititrasi kali ini
hanya lapisan air karena apabila lapisan minyak yang dititrasi maka
akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan) (Golib,
Ibnu. 2007).
Dilakukan titrasi dengan larutan baku NaOH
0,0979 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda keunguan.Hal ini
disebabkan karena metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah
alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam
yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam
sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna
larutan dari bening menjadi merah muda keunguan. Dan terakhir dicatat volume titrasinya.
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Pengetahuan tentang
kelarutan dan fenomena distribusi dari suatu sediaan obat sangat penting untuk
seorang farmasis, sebab hal ini dapat membantu memilih medium pelarut yang
paling baik untuk obat atau kombinasi obat.Fenomena distribusi adalah suatu
fenomena dimana suatu senyawa terdistribusi ke dalam senyawa yang tidak saling
bercampur, dimana hal ini bergantung pada interaksi fisika dan kimia antara pelarut
dan senyawa terlarut.Kelarutan suatu zat
dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan
jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.Kelarutan dinyatakan dalam mililiter
pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat, pelepasan zat dari bentuk
sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan kimia zat-zat
tersebut serta formulasinya.(Martin, 1990).
Daya kelarutan suatu zat memegang peranan penting dalam formulasi suatu
obat.Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat
hidrofobik.Kegunaan klinik dari
obat-obatan hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan,
dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh.
Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/mL mempunyai tingkat
disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat
tersebut sangat berkaitan.
Untuk menentukan
suatu jenis pelarut, harus mengetahui sifat polaritas dari zat terlarut
tersebut.Dalam farmasi fisika, ada istilah yang disebut dengan like dissolve like, maksud dari istilah
ini adalah suatu kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur
yang menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut.
Untuk
melarutkan suatu zat, sering juga ditemukan zat-zat pelarut yang tidak saling
bercampur.Dalam sistem dua cairan yang tidak saling bercampur, dapat berlaku
hukum distribusi. Hukum ini menyatakan bahwa, jika jika kedalam sistem dua
cairan tidak saling bercampur ditambahkan senyawa ketiga, maka senyawa ini akan
terdistribusi masuk ke dalam dua cairan tersebut. Hukum ini
digunakan hanya untuk konsentrasi zat yang umum pada kedua fase, yaitu
monomer atau molekul sederhana dari zat.
Dalam
praktikum kali ini, akan dilakukan percobaan untuk mementukan kelarutan dan
koefisien distribusi dengan menggunakan sampel asam benzoat sebagai zat terlarut
dan air sebagai pelarut.
I.2. Maksud dan
Tujuan Percobaan
I.2.1. Maksud
Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan dan koefisien
distribusi zat padat dalam pelarut pada berbagai suhu dan dua pelarut yang
tidak saling bercampur.
I.2.2.Tujuan
Percobaan
Menentukan perbandingan
kelarutan dan koefisien distribusi dari asam borat dalam pelarut air pada suhu
kamar, 450C dan 600C dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur.
I.3. Prinsip
Percobaan
Penentuan kelarutan dari asam borat pada suhu kamar, 450C
dan 600C dengan cara melarutkan, menyaring, mengeringkan dan
menimbang residu zat yang tidak larut dan penentuan koefisien distribusi asam
borat dalam pelarut air dan minyak kelapa berdasarkan perbandingan kelarutan
suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yang dititrasi dengan
larutan baku NaOH 0,0979 N yang ditandai dengan bantuan indikator fenoftalein.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1. Teori Umum
Secara kuantitatif kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi
zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu,
kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram
zat, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
fisika dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat
diabsorbsi setelah zat aktifnya larut dalam cairan tubuh sehingga salah satu
usaha mempertinggi efek farmakologinya dari sediaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya (Martin, 1990).
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumah solute yang dibutuhkan
untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah tertentu solven
(Moechtar, 1989).
Larutan jenuh
merupakan larutan yang zat terlarutnya berada dalam kesetimbangan dengan fase
padat.Larutan tidak jenuh adalah
suatu larutan yang mengandung konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan
untuk penjenuhan sempurna pada temperatur.Larutan
lewat jenuh suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi
lebih banyak dari pada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, sehingga
ada zat terlarut yang tidak larut. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada
sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor
temperatur, tekanan, pH, larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung
pada hal terbaginya zat terlarut (Martin,1990).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kelarutan suatu zat antara lain (Martin, 1990 ) :
1. Pengaruh
pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat
organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh
pH pelarutnya. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan
anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan
dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut
dalam air.
2. Pengaruh
temperatur (suhu)
Kelarutan
zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur. Kelarutan suatu zat padat dalam air
akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan
semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak
antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi
lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda
dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas
dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air
akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.
3. Pengaruh
jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya.
Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar
dan non polar dari suatu molekul. Makin
panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam
air. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
·
Mengurangi gaya tarik
antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
·
Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena
pelarut ini bersifat amfiprotik.
·
Membentuk ikatan hidrogen
dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik
antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan ikatan
kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan
berkurangnya ukuran partikel suatu zat.Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga
berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris
lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.
5. Pengaruh
konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar
sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik
ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat kelarutan bahan
obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa yang larut baik
dalam bentuk lamak terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung banyak lemak
sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak diambil oleh jaringan lemak
karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel (Ernest, 1999).
Pengaruh
distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat terarah
kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan
distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar
dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun demikian
kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal kecil, pada
kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau infus
sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang terarah
(Ernest, 1999).
II.2. Uraian
Bahan
II.2.1.
Air Suling (Dirjen POM, 1979)
Nama
Resmi : Aqua
destilata
Sinonim : Air Suling, aquadest, aqua depurate
RM/BM : H2O / 18,02
H H
O
|
Pemerian : Cairan jernih tidak bewarna, tidak
berbau, tidak mempunyai rasa
Kegunaan : Zat
pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II.2.2. Alkohol
(Dirjen POM, 1979)
Nama
Resmi : Aethanolum
Nama
Lain : Atanol, alkohol
RM/BM : C2H6O/46,07
Pemerian : cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah
begerak, bau khas; rasa panas, mudah terbakardengan memberikan warna biru yang
tidak berasap
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, kloroform, dan
dalameter p
Khasiat : sebagai antiseptik
Kegunaan :
membersihkan alat
II.2.3. Asam Benzoat (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Acidum benzoicum
Sinonim : Asam benzoat
RM / BM : C7H6O2
/ 122
|
Pemberian : Hablur halus dan ringan, tidak
berwarna, tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 350 bagian
air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian kloroform P
dan dalam 3 bagian eter
Khasiat : Antiseptikum ekstern, antijamur
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II2.4.
Fenolftalein (Dirjen POM, 1979)
Nama
Resmi : Phenolfthaleinum
Sinonim
: Fenolftalein
RM/BM : C20H14O4 /
318,33
|
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih
kekuningan
lemah;
tidak berbau; stabil diudara
Kelarutan : Praktis
tidak larut dalam air; larut dalam etanol; agak sukar larut dalam etanol
Kegunaan
: Indikator
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II.2.5.
Minyak Kelapa (Dirjen POM, 1979)
Nama
Resmi : Oleum
cocos
Sinonim
: Minyak kelapa
RM/BM : CH3(CH2)16COOH
/ 284,48 gr
Pemerian : Cairan
jernih; tidak berwarna atau kurang pucat;
bau
khas tidak tengik
Kelarutan
: Larut dalam 2 bagian etanol (96%)P pada
suhu 600C ; sangat mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P
Kegunaan
: sebagai pelarut
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk
II.2.6.
Natrium Hidroksida (Dirjen POM, 1995)
Nama
Resmi : Natrii
Hydroxidum
Sinonim
: Natrium hidroksida
RM/BM : NaOH / 40,00
Na - O - H
|
Pemerian
: Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pelet, serpihan atau
batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukan pecahan hablur. Bila
dibiarkan diudarah akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab
Kelarutan
: Mudah larut dalam air dan etanol
Kegunaan
: Larutan baku sekunder
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
BAB III
METODE KERJA
III.1. Alat
dan Bahan
III.1.1. Alat
1.
Batang
pengaduk
2.
Beker
gelas (250 mL)
3.
Buret (25
mL)
4.
Cawan
porselin
5.
Corong
pisah
6.
Erlenmeyer
(250 mL)
7.
Gelas ukur(250
mL)
8.
Oven
(100
)
9.
Penangas
air(100
)
10. Pipet volume (25 mL)
11. Sendok tanduk
12. Statif dan klem
13. Termometer (100
)
III.1.2. Bahan
2.
Alkohol
70%
3.
Asam
borat
4.
Indikator
fenolftalein
5.
Kertas
perkamen
6.
Kertas
saring
7.
Larutan
baku sekunder NaOH 0,0979 N
8.
Minyak
kelapa
9.
Tissue
roll.
III.2. Cara
Kerja
III.2.1 Penetapan Kelarutan
1.
Disiapakan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Dibersihkan
alat dengan menggunakan alkohol 70%
3.
Ditimbang
asam benzoat 500 gr
4.
Ditimbang
kertas saring pada neraca analitik
5.
Diukur
air suling 180 mL pada gelas ukur
6.
Dipindahkan
air suling ke dalam 1 gelas kimia
7.
Dibiarkan
gelas kimia pertama pada suhu kamar
8.
Dipanaskan
gelas kimia kedua di atas water bath pada suhu 600C.
9.
Dimasukkan
asam benzoat pada 2 gelas kimia dengan suhu yang berbeda
10.
Diaduk
dengan batang pengaduk sampai larut.
11.
Disaring
dengan kertas saring yang telah dijenuhkan melalui corong pisah
12.
Ditampung
airnya pada beker gelas
13.
Dimasukkan
residunya ke dalam cawan poselin,
14.
Dikeringkan
dalam oven pada suhu 1000C, setelah kering ditimbang.
15.
Dihitung
residunya dengan residunya dengan mengurangi dengan mengurangi kertas timbang
berisi residu dengan kertas timbang kosong, lalu dihitung kelarutannya.
III.2.2 Penentuan Koefisien Distribusi
1.
Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Ditimbang
asam borat sebanyak 100 mg.
3.
Dimasukkan
asam borat ke dalam erlenmeyer, kemudian dilarutkan dengan 100 mL air suling.
4.
Diambil
25 mL larutan, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer (sebagai larutan awal).
5.
Ditambahkan
indikator PP ke dalam larutan, lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0,0979 N.
6.
Dicatat
volume titrasi.
7.
Diambil
25 mL dari larutan awal dengan pipet volume dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
8.
Ditambahkan
25 mL minyak kelapa, kemudian dikocok hingga homogen (sebagai larutan akhir).
9.
Didiamkan
selama beberapa menit di dalam corong pisah yang dikaitkan pada statif dan klem
sampai larutan membentuk dua lapisan yang jelas.
10.
Diambil
lapisan air dan lapisan minyak dibuang.
11.
Ditambahkan
3 tetes indicator PP , kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,0979 N.
12.
Dicatat
volume titrasi.
13.
Dilakukan
duplo dengan sampel asam benzoat.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
IV.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Kelarutan Asam
Benzoat
Suhu
(
|
Berat
Sampel (gr)
|
BKS
(gr)
|
BKS
+ Residu (gr)
|
Residu
(gr)
|
Kamar
|
0,5
|
1,03
|
1,48
|
0,45
|
60
|
0,5
|
1,02
|
1,30
|
0,28
|
IV.1.2 Tabel Hasil Pengamatan Distribusi Asam
Borat Pada Pelarut Air Dan Minyak
Berat
(mg)
|
Volume
Titran (mL)
|
|
Tanpa
Minyak
|
Dengan
Minyak
|
|
100
|
2,75
|
1,9
|
100
|
2,6
|
2,1
|
IV.2 Perhitungan
IV.2.1 Penepatan Kelarutan
§ Residu
Residu
= (BKS + Residu) – BKS
Ø Residu (Kamar) = 1,48 gr – 1,03 gr = 0,45 gr
Ø Residu (60 0C) = 1,30 gr – 1,02 gr = 0,28 gr
§ Zat terlarut
Zat
terlarut = Berat Sampel – Residu
Ø Zat terlarut (Kamar) = 0,5 gr – 0,45 gr =
0,05 gr
Ø Zat terlarut (60 0C) = 0,5
gr – 0,28 gr = 0,22 gr
§ Konsentrasi zat terlarut
Konsentrasi
zat terlarut =
Ø Konsentrasi zat terlarut (Kamar) =
=0.000278
gr/mL
Ø Konsentrasi zat terlarut (60 0C) =
=0,00122
gr/mL
IV.2.2 Penentuan Koefisien Distribusi
§ Kadar Asam Borat (tanpa minyak)
Kadar
Asam Borat =
Ø Tanpa minyak
Kadar
1 =
=
= 1,665
Kadar
2 =
=
= 1,574
Ø Dengan minyak
Kadar
1 =
=
= 1,150
Kadar 2 =
=
= 1,271
§ Kadar Fase Minyak
Kadar
Fase Minyak = kadar tanpa minyak – kadar dengan minyak
Ø Kadar Fase Minyak 1 = 1,665 – 1,150
= 0,515
Ø Kadar Fase Minyak 2 = 1,574 – 1,271
=
0,303
§ Koefisien Distribusi
Koefisien Distribusi =
Ø Koefisien distribusi 1 =
= 0,309
Ø Koefisien distribusi 2 =
= 0,192
§ Koefisien Distribusi rata-rata
Koefisien
Distribusi rata-rata =
=
=
= 0,2505
IV.3 Reaksi Kimia
Ø
H3BO3 + H2O H4BO4-
+ H+
Ø
H3BO3 + 3 NaOH Na3BO3 +
3H2O
BAB V
PEMBAHASAN
Secara kuantitatif, kelarutan dapat didefinisikan sebagai konsentrasi
zat terlarut dalam larutan jenuh pada temteratur tertentu, dan secara
kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat
untuk membentuk dispersi molekuler homogeny.Distribusi obat adalah proses suatu
obat yang secara reversibel meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium
(cairan ekstrasel) ddan atau ke sel-sel jaringan (Anonim, 2013).
Dalam percobaan kali ini, kami akan meneliti kelarutan dan koefisien
distribusi dari sampel asam benzoat.
V.1. Penetapan kelarutan asam benzoat
Langkah pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan dalam percobaan yang dilanjutkan dengan membersihkan
alat yang akan diguakan dengan alkohol 70% tujuannya untuk meghindari
mikroorganisme yang ada pada alat karena penyimpanan yang cukup lama. Setelah
itu, ditimbang sampel asam benzoat sebanyak 500 mg dan 2 buah kertas saring
dengan menggunakan neraca analitik kemudian dicatat berat dari masing-masing
kertas saring. Selain itu diukur air suling sebanyak 180 mL dan dimasukkan pada
2 buah gelas kimia yang berbeda.Setelah itu, air dalam gelas kimia pertama
dibiarkan pada suhu kamar dan gelas kimia kedua dipanaskan sampai suhu 60
di atas water bath.Pada keadaan suhu yang
berbeda, masukkan sampel ke dalam 2 gelas kimia yang berbeda suhu tersebut dan
aduk kedua larutan tersebut secara bersamaan sampai larut. Selanjutnya, kedua
larutan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah ditimbang dan
dijenuhkan terlebih dahulu dengan cara dibasahi dengan aquadesmelalui corong
pisahtujuan dari penjenuhan kertas
saring itu sendiri adalah. Filtrat dari larutan yang berupa air ditampung
di dalam gelas kimia yang lain dan residu yang tertinggal pada kertas saring
diletakkan dalam cawan porselin untuk dikeringkan dalam oven dengan suhu 100
. Tujuan
dari pengeringan itu sendiri karena dikhawatirkan berat kandungan airnya akan
berpengaruh pada nilai kelarutannya. Setelah kering, residu beserta kertas saring tersebut ditimbang dan berat
residu dihitung dengan cara mengurangi
berat kertas saring berisi residu dengan berat kertas saring kosong.
Hasil yang diperoleh dari penetapan kelarutan asam
benzoat pada suhu kamar dan suhu 60
adalah 0,05 : 0,22. Dengan demikian, dapat
disimpukan bahwa asam benzoat dapat lebih mudah larut pada suhu yang lebih
tinggi dibandingkan padda suhu rendah.
V.2.
Penentuan Koefisien Distribusi
Dalam
percobaan penentuan kadar dari asam borat dengan air tanpa minyak, langkah
pertama dimulai dengan disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dan
bersihkan alat tersebut dengan menggunakan alkohol 70% tujuannya untuk
meghindari mikroorganisme yang ada pada alat karena penyimpanan yang cukup
lama. Kemudian, ditimbang sampel asam borat sebanyak 100 mg dan diukur air
suling sebanyak 100 mL.Selanjutnya, asam borat dimasukkan ke dalam erlenmeyer
dan dilarutkan dengan air suling yang sudah diukur.Dari larutan tersebut,
dipipet 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berbeda dan ditambahkan
indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu dititrasi dengan
menggunakan NaOH 0,0979 N sebagai larutan baku sekundernya. Hasilnya, larutan
berubah warna dari bening menjadi merah muda keunguan.Hal ini disebabkan karena
metode titrasi
yang digunakan dalam percobaan ini adalah alkalimetri yang dilakukan
berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran
basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik
akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah
muda keunguan. Terakhir
dicatat volume titrasinya.
Selanjutnya, untuk
penentuan kadar dari asam borat yang terdistribusi minyak adalah dengan pertama-tama menyiapkan
alat dan bahan dilanjutkan dengan membersihkan alat dengan alkohol 70%.
Kemudian, dari larutan awal dipipet 25
mL dan dimasukkan ke dalam corong pisah. Setelah itu, ditambahkan minyak kelapa
sebanyak 25 mL lalu dikocok selama 5 menit agar zat dapat
mengadakan keseimbangan antara yang larut dalam air dan yang larut dalam minyak
kelapa serta gugus polar dan non polar dari asam borat maupun dari asam benzoat
dapat bereaksi dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana
kelarutannya paling besar (Rivai, 1995).
Setelah melalui proses
pengocokkan, larutan didiamkan selama 10-15 menit sampai campuran tersebut
terpisah menjadi dua lapisan. Setelah dua lapisan terbentuk, lapisan air
dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes, yang dititrasi kali ini
hanya lapisan air karena apabila lapisan minyak yang dititrasi maka
akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan) (Golib,
Ibnu. 2007).
Dilakukan titrasi dengan larutan baku NaOH
0,0979 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda keunguan.Hal ini
disebabkan karena metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah
alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam
yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam
sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna
larutan dari bening menjadi merah muda keunguan. Dan terakhir dicatat volume titrasinya.
BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Dari percbaan Kali ini diperoleh hasil bahwa
perbandingan kelarutan dari sampel asam benzoat dengan air sebagai pelarut pada
suhu kamar dan suhu 60
adalah
0,05 dan 0,22. Hal ini menunjukan bahwa asam benzoat akan lebih larut pada suhu
tinggi dari pada suhu rendah. Untuk koefisien distribusi asam borat dalam
pelarut air tanpa minyak dan pelarut air dengan minyak yaitu 0,309 pada percobaan I dan 0,192 pada
percobaan II. Jadi, asam borat dalam pelarut air tanpa minyak lebih besar
dibandingkan dengan kadar asam borat dalam pelarut air dengan minyak. Atau
dengan kata lain, jumlah koefisien distribusi dari asam borat sedikit yang
berarti bahwa asam boran bersifat hidrofilik. Karena koefisien distribusi berbanding lurus dengan kadar fase minyak dan
berbanding terbalik dengan kadar airnya.
VI.2. Saran
1. Untuk para praktikan agar lebih memperhatikan
cara kerja dari percobaan agar kiranya bisa lebih paham dan mengerti.
2. Untuk laboratorium agar fasilitas lebih dilengkapi.
BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Dari percbaan Kali ini diperoleh hasil bahwa
perbandingan kelarutan dari sampel asam benzoat dengan air sebagai pelarut pada
suhu kamar dan suhu 60
adalah
0,05 dan 0,22. Hal ini menunjukan bahwa asam benzoat akan lebih larut pada suhu
tinggi dari pada suhu rendah. Untuk koefisien distribusi asam borat dalam
pelarut air tanpa minyak dan pelarut air dengan minyak yaitu 0,309 pada percobaan I dan 0,192 pada
percobaan II. Jadi, asam borat dalam pelarut air tanpa minyak lebih besar
dibandingkan dengan kadar asam borat dalam pelarut air dengan minyak. Atau
dengan kata lain, jumlah koefisien distribusi dari asam borat sedikit yang
berarti bahwa asam boran bersifat hidrofilik. Karena koefisien distribusi berbanding lurus dengan kadar fase minyak dan
berbanding terbalik dengan kadar airnya.
VI.2. Saran
1. Untuk para praktikan agar lebih memperhatikan
cara kerja dari percobaan agar kiranya bisa lebih paham dan mengerti.
2. Untuk laboratorium agar fasilitas lebih dilengkapi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2013. PenuntunPraktikumFarmasiFisika.
UNG-Press: Gorontalo
Dirjen, POM. 1979. Farmakope
Indonesiaedisi III.DepartemenKesehatanRepublik Indonesia: Jakarta
Dirjen, POM. 1995. Farmakope
Indonesiaedisi IV.DepartemenKesehatanRepublik Indonesia: Jakarta
Ernest. 1999. DinamikaObat.ITB:
Bandung
Golib, Ibnu. 2007. Kimia FarmasiAnalisis. Yogyakarta:
PustakaPelajar
Martin, Alfred. 1990. FarmasiFisika 1. Universitas Indonesia Press: Jakarta
Mahdi, jufri. 2004.
Moechtar. 1989. FarmasiFisika. GadjahMada University
Press: Yogyakarta
Rivai, H. 1995. AzasPemeriksaan Kimia.
Jakarta: UI-Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar