Sabtu, 18 Oktober 2014

Kelarutan Dan Distribusi Obat

BAB I
PENDAHULUAN
I.1     Latar Belakang
Pengetahuan tentang kelarutan dan fenomena distribusi dari suatu sediaan obat sangat penting untuk seorang farmasis, sebab hal ini dapat membantu memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat.Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana suatu senyawa terdistribusi ke dalam senyawa yang tidak saling bercampur, dimana hal ini bergantung pada interaksi fisika dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut.Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai   konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.Kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya.(Martin, 1990).
Daya kelarutan suatu zat memegang peranan penting dalam formulasi suatu obat.Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik.Kegunaan  klinik dari obat-obatan hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/mL mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan.
Untuk menentukan suatu jenis pelarut, harus mengetahui sifat polaritas dari zat terlarut tersebut.Dalam farmasi fisika, ada istilah yang disebut dengan like dissolve like, maksud dari istilah ini adalah suatu kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut.
Untuk melarutkan suatu zat, sering juga ditemukan zat-zat pelarut yang tidak saling bercampur.Dalam sistem dua cairan yang tidak saling bercampur, dapat berlaku hukum distribusi. Hukum ini menyatakan bahwa, jika jika kedalam sistem dua cairan tidak saling bercampur ditambahkan senyawa ketiga, maka senyawa ini akan terdistribusi masuk ke dalam dua cairan tersebut.  Hukum ini  digunakan hanya untuk konsentrasi zat yang umum pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat.
Dalam praktikum kali ini, akan dilakukan percobaan untuk mementukan kelarutan dan koefisien distribusi dengan menggunakan sampel asam benzoat sebagai zat terlarut dan air sebagai pelarut.
I.2.    Maksud dan Tujuan Percobaan
 I.2.1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan dan koefisien distribusi zat padat dalam pelarut pada berbagai suhu dan dua pelarut yang tidak saling bercampur.
I.2.2.Tujuan Percobaan
         Menentukan perbandingan kelarutan dan koefisien distribusi dari asam borat dalam pelarut air pada suhu kamar, 450C dan 600C dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur.
I.3.    Prinsip Percobaan
Penentuan kelarutan dari asam borat pada suhu kamar, 450C dan 600C dengan cara melarutkan, menyaring, mengeringkan dan menimbang residu zat yang tidak larut dan penentuan koefisien distribusi asam borat dalam pelarut air dan minyak kelapa berdasarkan perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yang dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,0979 N yang ditandai dengan bantuan indikator fenoftalein.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Teori Umum
Secara kuantitatif kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai   konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu, kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat diabsorbsi setelah zat aktifnya larut dalam cairan tubuh sehingga salah satu usaha mempertinggi efek farmakologinya dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (Martin, 1990).
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumah solute yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah tertentu solven (Moechtar, 1989).
Larutan jenuh merupakan larutan yang zat terlarutnya berada dalam kesetimbangan dengan fase padat.Larutan tidak jenuh adalah suatu larutan yang mengandung konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur.Larutan lewat jenuh suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari pada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, sehingga ada zat terlarut yang tidak larut. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH, larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin,1990).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain (Martin, 1990 ) :
1. Pengaruh pH
            Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan  penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.
2. Pengaruh temperatur (suhu)
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.
3. Pengaruh jenis pelarut
            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
·                  Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
·                  Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.
·                  Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
              Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat.Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.
5. Pengaruh konstanta dielektrik
            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa yang larut baik dalam bentuk lamak terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel (Ernest, 1999).
Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau infus sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang terarah (Ernest, 1999). 





II.2.    Uraian Bahan
II.2.1. Air Suling (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi                   :        Aqua destilata
Sinonim                          :        Air Suling, aquadest, aqua depurate
RM/BM                          :        H2O / 18,02
H              H


O
Rumus struktur              : 





Pemerian                        :        Cairan jernih tidak bewarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Kegunaan                       :        Zat pelarut
Penyimpanan                  :        Dalam wadah tertutup baik
II.2.2. Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi                   :        Aethanolum
Nama Lain                     :        Atanol, alkohol
RM/BM                          :        C2H6O/46,07
Pemerian                        :        cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah begerak, bau khas; rasa panas, mudah terbakardengan memberikan warna biru yang tidak berasap
Kelarutan                       :        sangat mudah larut dalam air, kloroform, dan
dalameter p
            Khasiat                           :        sebagai antiseptik
            Kegunaan                       :        membersihkan alat
II.2.3. Asam Benzoat (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi                   :        Acidum benzoicum
Sinonim                          :        Asam benzoat
RM / BM                        :        C7H6O2 / 122

Rumus Struktur              :       



Pemberian                      :        Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan                       :        Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter
Khasiat                           :        Antiseptikum ekstern, antijamur
Kegunaan                       :        Sebagai sampel
Penyimpanan                  :        Dalam wadah tertutup baik
II2.4. Fenolftalein (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi                   :        Phenolfthaleinum
Sinonim                          :        Fenolftalein
RM/BM                          :        C20H14O4 / 318,33
Rumus struktur              :



Pemerian                        :        Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan
                                                lemah; tidak berbau; stabil diudara
Kelarutan                       :        Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol; agak sukar larut dalam etanol
Kegunaan                       :        Indikator
Penyimpanan                  :        Dalam wadah tertutup baik

II.2.5. Minyak Kelapa (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi                   :        Oleum cocos
Sinonim                          :        Minyak kelapa
RM/BM                          :        CH3(CH2)16COOH / 284,48 gr
Pemerian                        :         Cairan jernih; tidak berwarna atau kurang pucat;
                                                bau khas tidak tengik
Kelarutan                       :        Larut dalam 2 bagian etanol (96%)P pada suhu 600C ; sangat mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P
Kegunaan                       :        sebagai pelarut
Penyimpanan                  :        Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari  cahaya, di tempat sejuk
II.2.6. Natrium Hidroksida (Dirjen POM, 1995)
Nama Resmi                   :        Natrii Hydroxidum
Sinonim                          :        Natrium hidroksida
RM/BM                          :        NaOH / 40,00
Na - O - H
Rumus struktur              :       

Pemerian                        :        Putih atau praktis putih, massa  melebur, berbentuk pelet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukan pecahan hablur. Bila dibiarkan diudarah akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab
Kelarutan                       :        Mudah larut dalam air dan etanol
Kegunaan                       :        Larutan baku sekunder
Penyimpanan                  :        Dalam wadah tertutup baik


BAB III
METODE KERJA
III.1.    Alat dan Bahan
III.1.1. Alat
1.         Batang pengaduk
2.         Beker gelas (250 mL)
3.         Buret (25 mL)
4.         Cawan porselin
5.         Corong pisah
6.         Erlenmeyer (250 mL)
7.         Gelas ukur(250 mL)
8.         Oven (100 )
9.         Penangas air(100 )
10.     Pipet volume (25 mL)
11.     Sendok tanduk
12.     Statif dan klem
13.     Termometer (100 )
III.1.2. Bahan
1.         Air suling
2.         Alkohol 70%
3.         Asam borat
4.         Indikator fenolftalein
5.         Kertas perkamen
6.         Kertas saring
7.         Larutan baku sekunder NaOH  0,0979 N
8.         Minyak kelapa
9.         Tissue roll.

III.2.    Cara Kerja
III.2.1 Penetapan Kelarutan
1.         Disiapakan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.         Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
3.         Ditimbang asam benzoat 500 gr
4.         Ditimbang kertas saring pada neraca analitik
5.         Diukur air suling 180 mL pada gelas ukur
6.         Dipindahkan air suling ke dalam 1 gelas kimia
7.         Dibiarkan gelas kimia pertama pada suhu kamar
8.         Dipanaskan gelas kimia kedua di atas water bath pada suhu 600C.
9.         Dimasukkan asam benzoat pada 2 gelas kimia dengan suhu yang berbeda
10.     Diaduk dengan batang pengaduk sampai larut.
11.     Disaring dengan kertas saring yang telah dijenuhkan melalui corong pisah
12.     Ditampung airnya pada beker gelas
13.     Dimasukkan residunya ke dalam cawan poselin,
14.     Dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C, setelah kering ditimbang.
15.     Dihitung residunya dengan residunya dengan mengurangi dengan mengurangi kertas timbang berisi residu dengan kertas timbang kosong, lalu dihitung kelarutannya.
III.2.2 Penentuan Koefisien Distribusi
1.         Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.         Ditimbang asam borat sebanyak 100 mg.
3.         Dimasukkan asam borat ke dalam erlenmeyer, kemudian dilarutkan dengan 100 mL air suling.
4.         Diambil 25 mL larutan, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer (sebagai larutan awal).
5.         Ditambahkan indikator PP ke dalam larutan, lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0,0979 N.
6.         Dicatat volume titrasi.
7.         Diambil 25 mL dari larutan awal dengan pipet volume dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
8.         Ditambahkan 25 mL minyak kelapa, kemudian dikocok hingga homogen (sebagai larutan akhir).
9.         Didiamkan selama beberapa menit di dalam corong pisah yang dikaitkan pada statif dan klem sampai larutan membentuk dua lapisan yang jelas.
10.     Diambil lapisan air dan lapisan minyak dibuang.
11.     Ditambahkan 3 tetes indicator PP , kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,0979 N.
12.     Dicatat volume titrasi.
13.     Dilakukan duplo dengan sampel asam benzoat.



                                                                    









BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
IV.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Kelarutan Asam Benzoat
Suhu ( )
Berat Sampel (gr)
BKS (gr)
BKS + Residu (gr)
Residu
(gr)
Kamar
0,5
1,03
1,48
0,45
60
0,5
1,02
1,30
0,28





IV.1.2 Tabel Hasil Pengamatan Distribusi Asam Borat Pada Pelarut Air Dan Minyak
Berat (mg)
Volume Titran (mL)
Tanpa Minyak
Dengan Minyak
100
2,75
1,9
100
2,6
2,1

IV.2 Perhitungan
 IV.2.1 Penepatan Kelarutan
§  Residu
Residu = (BKS + Residu) – BKS
Ø Residu (Kamar)      = 1,48 gr – 1,03 gr = 0,45 gr
Ø Residu (60 0C)        = 1,30 gr – 1,02 gr = 0,28 gr
§  Zat terlarut
Zat terlarut = Berat Sampel – Residu
Ø Zat terlarut (Kamar) = 0,5 gr – 0,45 gr = 0,05 gr
Ø Zat terlarut (60 0C)   = 0,5  gr – 0,28 gr = 0,22 gr
§  Konsentrasi zat terlarut
Konsentrasi zat terlarut = 
Ø Konsentrasi zat terlarut (Kamar) =  =0.000278 gr/mL
Ø Konsentrasi zat terlarut (60 0C)   =  =0,00122 gr/mL
 IV.2.2 Penentuan Koefisien Distribusi
§  Kadar Asam Borat (tanpa minyak)
Kadar Asam Borat =
Ø Tanpa minyak
Kadar 1       = 
=  1,665
Kadar 2       = 
=  1,574
Ø Dengan minyak
Kadar 1       = 
=  1,150
Kadar 2       = 
 = 
=  1,271
§  Kadar Fase Minyak
Kadar Fase Minyak = kadar tanpa minyak – kadar dengan minyak
Ø Kadar Fase Minyak 1         = 1,665 – 1,150
= 0,515
Ø Kadar Fase Minyak 2         = 1,574 – 1,271
= 0,303
§  Koefisien Distribusi
Koefisien Distribusi                =
Ø Koefisien distribusi 1          = 
=  0,309
Ø Koefisien distribusi 2          = 
=  0,192
§  Koefisien Distribusi rata-rata
Koefisien Distribusi rata-rata =
           =
           = 
           = 0,2505
IV.3 Reaksi Kimia
Ø  H3BO3 + H2O                       H4BO4- + H+
Ø  H3BO3 + 3 NaOH                 Na3BO3 + 3H2O





BAB V
PEMBAHASAN
Secara kuantitatif, kelarutan dapat didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temteratur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogeny.Distribusi obat adalah proses suatu obat yang secara reversibel meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) ddan atau ke sel-sel jaringan (Anonim, 2013).
Dalam percobaan kali ini, kami akan meneliti kelarutan dan koefisien distribusi dari sampel asam benzoat.
V.1. Penetapan kelarutan asam benzoat
Langkah pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan yang dilanjutkan dengan membersihkan alat yang akan diguakan dengan alkohol 70% tujuannya untuk meghindari mikroorganisme yang ada pada alat karena penyimpanan yang cukup lama. Setelah itu, ditimbang sampel asam benzoat sebanyak 500 mg dan 2 buah kertas saring dengan menggunakan neraca analitik kemudian dicatat berat dari masing-masing kertas saring. Selain itu diukur air suling sebanyak 180 mL dan dimasukkan pada 2 buah gelas kimia yang berbeda.Setelah itu, air dalam gelas kimia pertama dibiarkan pada suhu kamar dan gelas kimia kedua dipanaskan sampai suhu 60  di atas water bath.Pada keadaan suhu yang berbeda, masukkan sampel ke dalam 2 gelas kimia yang berbeda suhu tersebut dan aduk kedua larutan tersebut secara bersamaan sampai larut. Selanjutnya, kedua larutan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah ditimbang dan dijenuhkan terlebih dahulu dengan cara dibasahi dengan aquadesmelalui corong pisahtujuan dari penjenuhan kertas saring itu sendiri adalah. Filtrat dari larutan yang berupa air ditampung di dalam gelas kimia yang lain dan residu yang tertinggal pada kertas saring diletakkan dalam cawan porselin untuk dikeringkan dalam oven dengan suhu 100 . Tujuan dari pengeringan itu sendiri karena dikhawatirkan berat kandungan airnya akan berpengaruh pada nilai kelarutannya. Setelah kering, residu  beserta kertas saring tersebut ditimbang dan berat residu dihitung dengan cara mengurangi berat kertas saring berisi residu dengan berat kertas saring kosong.
Hasil yang diperoleh dari penetapan kelarutan asam benzoat pada suhu kamar dan suhu 60  adalah 0,05 : 0,22. Dengan demikian, dapat disimpukan bahwa asam benzoat dapat lebih mudah larut pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan padda suhu rendah.
V.2. Penentuan Koefisien Distribusi
Dalam percobaan penentuan kadar dari asam borat dengan air tanpa minyak, langkah pertama dimulai dengan disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dan bersihkan alat tersebut dengan menggunakan alkohol 70% tujuannya untuk meghindari mikroorganisme yang ada pada alat karena penyimpanan yang cukup lama. Kemudian, ditimbang sampel asam borat sebanyak 100 mg dan diukur air suling sebanyak 100 mL.Selanjutnya, asam borat dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan air suling yang sudah diukur.Dari larutan tersebut, dipipet 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berbeda dan ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,0979 N sebagai larutan baku sekundernya. Hasilnya, larutan berubah warna dari bening menjadi merah muda keunguan.Hal ini disebabkan karena metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini  adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda keunguan. Terakhir dicatat volume titrasinya.
Selanjutnya, untuk penentuan kadar dari asam borat yang terdistribusi  minyak adalah dengan pertama-tama menyiapkan alat dan bahan dilanjutkan dengan membersihkan alat dengan alkohol 70%. Kemudian,  dari larutan awal dipipet 25 mL dan dimasukkan ke dalam corong pisah. Setelah itu, ditambahkan minyak kelapa sebanyak 25 mL lalu dikocok selama 5 menit agar zat dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut dalam air dan yang larut dalam minyak kelapa serta gugus polar dan non polar dari asam borat maupun dari asam benzoat dapat bereaksi dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana kelarutannya paling besar (Rivai, 1995).
  Setelah melalui proses pengocokkan, larutan didiamkan selama 10-15 menit sampai campuran tersebut terpisah menjadi dua lapisan. Setelah dua lapisan terbentuk, lapisan air dipindahkan ke dalam  erlenmeyer dan ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes, yang dititrasi kali ini hanya lapisan air karena apabila lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan) (Golib, Ibnu. 2007).
Dilakukan titrasi dengan larutan baku NaOH 0,0979 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda keunguan.Hal ini disebabkan karena metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini  adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda keunguan. Dan terakhir dicatat volume titrasinya.




 BAB I
PENDAHULUAN
I.1     Latar Belakang
Pengetahuan tentang kelarutan dan fenomena distribusi dari suatu sediaan obat sangat penting untuk seorang farmasis, sebab hal ini dapat membantu memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat.Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana suatu senyawa terdistribusi ke dalam senyawa yang tidak saling bercampur, dimana hal ini bergantung pada interaksi fisika dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut.Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai   konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.Kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya.(Martin, 1990).
Daya kelarutan suatu zat memegang peranan penting dalam formulasi suatu obat.Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik.Kegunaan  klinik dari obat-obatan hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/mL mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan.
Untuk menentukan suatu jenis pelarut, harus mengetahui sifat polaritas dari zat terlarut tersebut.Dalam farmasi fisika, ada istilah yang disebut dengan like dissolve like, maksud dari istilah ini adalah suatu kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut.
Untuk melarutkan suatu zat, sering juga ditemukan zat-zat pelarut yang tidak saling bercampur.Dalam sistem dua cairan yang tidak saling bercampur, dapat berlaku hukum distribusi. Hukum ini menyatakan bahwa, jika jika kedalam sistem dua cairan tidak saling bercampur ditambahkan senyawa ketiga, maka senyawa ini akan terdistribusi masuk ke dalam dua cairan tersebut.  Hukum ini  digunakan hanya untuk konsentrasi zat yang umum pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat.
Dalam praktikum kali ini, akan dilakukan percobaan untuk mementukan kelarutan dan koefisien distribusi dengan menggunakan sampel asam benzoat sebagai zat terlarut dan air sebagai pelarut.
I.2.    Maksud dan Tujuan Percobaan
 I.2.1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan dan koefisien distribusi zat padat dalam pelarut pada berbagai suhu dan dua pelarut yang tidak saling bercampur.
I.2.2.Tujuan Percobaan
         Menentukan perbandingan kelarutan dan koefisien distribusi dari asam borat dalam pelarut air pada suhu kamar, 450C dan 600C dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur.
I.3.    Prinsip Percobaan
Penentuan kelarutan dari asam borat pada suhu kamar, 450C dan 600C dengan cara melarutkan, menyaring, mengeringkan dan menimbang residu zat yang tidak larut dan penentuan koefisien distribusi asam borat dalam pelarut air dan minyak kelapa berdasarkan perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yang dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,0979 N yang ditandai dengan bantuan indikator fenoftalein.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Teori Umum
Secara kuantitatif kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai   konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu, kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat diabsorbsi setelah zat aktifnya larut dalam cairan tubuh sehingga salah satu usaha mempertinggi efek farmakologinya dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (Martin, 1990).
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumah solute yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah tertentu solven (Moechtar, 1989).
Larutan jenuh merupakan larutan yang zat terlarutnya berada dalam kesetimbangan dengan fase padat.Larutan tidak jenuh adalah suatu larutan yang mengandung konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur.Larutan lewat jenuh suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari pada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, sehingga ada zat terlarut yang tidak larut. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH, larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin,1990).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain (Martin, 1990 ) :
1. Pengaruh pH
            Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan  penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.
2. Pengaruh temperatur (suhu)
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.
3. Pengaruh jenis pelarut
            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
·                  Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
·                  Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.
·                  Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
              Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat.Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.
5. Pengaruh konstanta dielektrik
            Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa yang larut baik dalam bentuk lamak terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel (Ernest, 1999).
Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau infus sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang terarah (Ernest, 1999). 





II.2.    Uraian Bahan
II.2.1. Air Suling (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi                   :        Aqua destilata
Sinonim                          :        Air Suling, aquadest, aqua depurate
RM/BM                          :        H2O / 18,02
H              H


O
Rumus struktur              : 




Pemerian                        :        Cairan jernih tidak bewarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Kegunaan                       :        Zat pelarut
Penyimpanan                  :        Dalam wadah tertutup baik
II.2.2. Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi                   :        Aethanolum
Nama Lain                     :        Atanol, alkohol
RM/BM                          :        C2H6O/46,07
Pemerian                        :        cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah begerak, bau khas; rasa panas, mudah terbakardengan memberikan warna biru yang tidak berasap
Kelarutan                       :        sangat mudah larut dalam air, kloroform, dan
dalameter p
            Khasiat                           :        sebagai antiseptik
            Kegunaan                       :        membersihkan alat
II.2.3. Asam Benzoat (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi                   :        Acidum benzoicum
Sinonim                          :        Asam benzoat
RM / BM                        :        C7H6O2 / 122

Rumus Struktur              :       



Pemberian                      :        Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan                       :        Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter
Khasiat                           :        Antiseptikum ekstern, antijamur
Kegunaan                       :        Sebagai sampel
Penyimpanan                  :        Dalam wadah tertutup baik
II2.4. Fenolftalein (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi                   :        Phenolfthaleinum
Sinonim                          :        Fenolftalein
RM/BM                          :        C20H14O4 / 318,33
Rumus struktur              :



Pemerian                        :        Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan
                                                lemah; tidak berbau; stabil diudara
Kelarutan                       :        Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol; agak sukar larut dalam etanol
Kegunaan                       :        Indikator
Penyimpanan                  :        Dalam wadah tertutup baik

II.2.5. Minyak Kelapa (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi                   :        Oleum cocos
Sinonim                          :        Minyak kelapa
RM/BM                          :        CH3(CH2)16COOH / 284,48 gr
Pemerian                        :         Cairan jernih; tidak berwarna atau kurang pucat;
                                                bau khas tidak tengik
Kelarutan                       :        Larut dalam 2 bagian etanol (96%)P pada suhu 600C ; sangat mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P
Kegunaan                       :        sebagai pelarut
Penyimpanan                  :        Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari  cahaya, di tempat sejuk
II.2.6. Natrium Hidroksida (Dirjen POM, 1995)
Nama Resmi                   :        Natrii Hydroxidum
Sinonim                          :        Natrium hidroksida
RM/BM                          :        NaOH / 40,00
Na - O - H
Rumus struktur              :       

Pemerian                        :        Putih atau praktis putih, massa  melebur, berbentuk pelet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukan pecahan hablur. Bila dibiarkan diudarah akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab
Kelarutan                       :        Mudah larut dalam air dan etanol
Kegunaan                       :        Larutan baku sekunder
Penyimpanan                  :        Dalam wadah tertutup baik


BAB III
METODE KERJA
III.1.    Alat dan Bahan
III.1.1. Alat
1.         Batang pengaduk
2.         Beker gelas (250 mL)
3.         Buret (25 mL)
4.         Cawan porselin
5.         Corong pisah
6.         Erlenmeyer (250 mL)
7.         Gelas ukur(250 mL)
8.         Oven (100 )
9.         Penangas air(100 )
10.     Pipet volume (25 mL)
11.     Sendok tanduk
12.     Statif dan klem
13.     Termometer (100 )
III.1.2. Bahan
1.         Air suling
2.         Alkohol 70%
3.         Asam borat
4.         Indikator fenolftalein
5.         Kertas perkamen
6.         Kertas saring
7.         Larutan baku sekunder NaOH  0,0979 N
8.         Minyak kelapa
9.         Tissue roll.

III.2.    Cara Kerja
III.2.1 Penetapan Kelarutan
1.         Disiapakan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.         Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
3.         Ditimbang asam benzoat 500 gr
4.         Ditimbang kertas saring pada neraca analitik
5.         Diukur air suling 180 mL pada gelas ukur
6.         Dipindahkan air suling ke dalam 1 gelas kimia
7.         Dibiarkan gelas kimia pertama pada suhu kamar
8.         Dipanaskan gelas kimia kedua di atas water bath pada suhu 600C.
9.         Dimasukkan asam benzoat pada 2 gelas kimia dengan suhu yang berbeda
10.     Diaduk dengan batang pengaduk sampai larut.
11.     Disaring dengan kertas saring yang telah dijenuhkan melalui corong pisah
12.     Ditampung airnya pada beker gelas
13.     Dimasukkan residunya ke dalam cawan poselin,
14.     Dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C, setelah kering ditimbang.
15.     Dihitung residunya dengan residunya dengan mengurangi dengan mengurangi kertas timbang berisi residu dengan kertas timbang kosong, lalu dihitung kelarutannya.
III.2.2 Penentuan Koefisien Distribusi
1.         Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.         Ditimbang asam borat sebanyak 100 mg.
3.         Dimasukkan asam borat ke dalam erlenmeyer, kemudian dilarutkan dengan 100 mL air suling.
4.         Diambil 25 mL larutan, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer (sebagai larutan awal).
5.         Ditambahkan indikator PP ke dalam larutan, lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0,0979 N.
6.         Dicatat volume titrasi.
7.         Diambil 25 mL dari larutan awal dengan pipet volume dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
8.         Ditambahkan 25 mL minyak kelapa, kemudian dikocok hingga homogen (sebagai larutan akhir).
9.         Didiamkan selama beberapa menit di dalam corong pisah yang dikaitkan pada statif dan klem sampai larutan membentuk dua lapisan yang jelas.
10.     Diambil lapisan air dan lapisan minyak dibuang.
11.     Ditambahkan 3 tetes indicator PP , kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,0979 N.
12.     Dicatat volume titrasi.
13.     Dilakukan duplo dengan sampel asam benzoat.



                                                                    









BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
IV.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Kelarutan Asam Benzoat
Suhu ( )
Berat Sampel (gr)
BKS (gr)
BKS + Residu (gr)
Residu
(gr)
Kamar
0,5
1,03
1,48
0,45
60
0,5
1,02
1,30
0,28





IV.1.2 Tabel Hasil Pengamatan Distribusi Asam Borat Pada Pelarut Air Dan Minyak
Berat (mg)
Volume Titran (mL)
Tanpa Minyak
Dengan Minyak
100
2,75
1,9
100
2,6
2,1

IV.2 Perhitungan
 IV.2.1 Penepatan Kelarutan
§  Residu
Residu = (BKS + Residu) – BKS
Ø Residu (Kamar)      = 1,48 gr – 1,03 gr = 0,45 gr
Ø Residu (60 0C)        = 1,30 gr – 1,02 gr = 0,28 gr
§  Zat terlarut
Zat terlarut = Berat Sampel – Residu
Ø Zat terlarut (Kamar) = 0,5 gr – 0,45 gr = 0,05 gr
Ø Zat terlarut (60 0C)   = 0,5  gr – 0,28 gr = 0,22 gr
§  Konsentrasi zat terlarut
Konsentrasi zat terlarut = 
Ø Konsentrasi zat terlarut (Kamar) =  =0.000278 gr/mL
Ø Konsentrasi zat terlarut (60 0C)   =  =0,00122 gr/mL
 IV.2.2 Penentuan Koefisien Distribusi
§  Kadar Asam Borat (tanpa minyak)
Kadar Asam Borat =
Ø Tanpa minyak
Kadar 1       = 
=  1,665
Kadar 2       = 
=  1,574
Ø Dengan minyak
Kadar 1       = 
=  1,150
Kadar 2       = 
 = 
=  1,271
§  Kadar Fase Minyak
Kadar Fase Minyak = kadar tanpa minyak – kadar dengan minyak
Ø Kadar Fase Minyak 1         = 1,665 – 1,150
= 0,515
Ø Kadar Fase Minyak 2         = 1,574 – 1,271
= 0,303
§  Koefisien Distribusi
Koefisien Distribusi                =
Ø Koefisien distribusi 1          = 
=  0,309
Ø Koefisien distribusi 2          = 
=  0,192
§  Koefisien Distribusi rata-rata
Koefisien Distribusi rata-rata =
           =
           = 
           = 0,2505
IV.3 Reaksi Kimia
Ø  H3BO3 + H2O                       H4BO4- + H+
Ø  H3BO3 + 3 NaOH                 Na3BO3 + 3H2O





BAB V
PEMBAHASAN
Secara kuantitatif, kelarutan dapat didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temteratur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogeny.Distribusi obat adalah proses suatu obat yang secara reversibel meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) ddan atau ke sel-sel jaringan (Anonim, 2013).
Dalam percobaan kali ini, kami akan meneliti kelarutan dan koefisien distribusi dari sampel asam benzoat.
V.1. Penetapan kelarutan asam benzoat
Langkah pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan yang dilanjutkan dengan membersihkan alat yang akan diguakan dengan alkohol 70% tujuannya untuk meghindari mikroorganisme yang ada pada alat karena penyimpanan yang cukup lama. Setelah itu, ditimbang sampel asam benzoat sebanyak 500 mg dan 2 buah kertas saring dengan menggunakan neraca analitik kemudian dicatat berat dari masing-masing kertas saring. Selain itu diukur air suling sebanyak 180 mL dan dimasukkan pada 2 buah gelas kimia yang berbeda.Setelah itu, air dalam gelas kimia pertama dibiarkan pada suhu kamar dan gelas kimia kedua dipanaskan sampai suhu 60  di atas water bath.Pada keadaan suhu yang berbeda, masukkan sampel ke dalam 2 gelas kimia yang berbeda suhu tersebut dan aduk kedua larutan tersebut secara bersamaan sampai larut. Selanjutnya, kedua larutan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah ditimbang dan dijenuhkan terlebih dahulu dengan cara dibasahi dengan aquadesmelalui corong pisahtujuan dari penjenuhan kertas saring itu sendiri adalah. Filtrat dari larutan yang berupa air ditampung di dalam gelas kimia yang lain dan residu yang tertinggal pada kertas saring diletakkan dalam cawan porselin untuk dikeringkan dalam oven dengan suhu 100 . Tujuan dari pengeringan itu sendiri karena dikhawatirkan berat kandungan airnya akan berpengaruh pada nilai kelarutannya. Setelah kering, residu  beserta kertas saring tersebut ditimbang dan berat residu dihitung dengan cara mengurangi berat kertas saring berisi residu dengan berat kertas saring kosong.
Hasil yang diperoleh dari penetapan kelarutan asam benzoat pada suhu kamar dan suhu 60  adalah 0,05 : 0,22. Dengan demikian, dapat disimpukan bahwa asam benzoat dapat lebih mudah larut pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan padda suhu rendah.
V.2. Penentuan Koefisien Distribusi
Dalam percobaan penentuan kadar dari asam borat dengan air tanpa minyak, langkah pertama dimulai dengan disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dan bersihkan alat tersebut dengan menggunakan alkohol 70% tujuannya untuk meghindari mikroorganisme yang ada pada alat karena penyimpanan yang cukup lama. Kemudian, ditimbang sampel asam borat sebanyak 100 mg dan diukur air suling sebanyak 100 mL.Selanjutnya, asam borat dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan air suling yang sudah diukur.Dari larutan tersebut, dipipet 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berbeda dan ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,0979 N sebagai larutan baku sekundernya. Hasilnya, larutan berubah warna dari bening menjadi merah muda keunguan.Hal ini disebabkan karena metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini  adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda keunguan. Terakhir dicatat volume titrasinya.
Selanjutnya, untuk penentuan kadar dari asam borat yang terdistribusi  minyak adalah dengan pertama-tama menyiapkan alat dan bahan dilanjutkan dengan membersihkan alat dengan alkohol 70%. Kemudian,  dari larutan awal dipipet 25 mL dan dimasukkan ke dalam corong pisah. Setelah itu, ditambahkan minyak kelapa sebanyak 25 mL lalu dikocok selama 5 menit agar zat dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut dalam air dan yang larut dalam minyak kelapa serta gugus polar dan non polar dari asam borat maupun dari asam benzoat dapat bereaksi dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana kelarutannya paling besar (Rivai, 1995).
  Setelah melalui proses pengocokkan, larutan didiamkan selama 10-15 menit sampai campuran tersebut terpisah menjadi dua lapisan. Setelah dua lapisan terbentuk, lapisan air dipindahkan ke dalam  erlenmeyer dan ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes, yang dititrasi kali ini hanya lapisan air karena apabila lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan) (Golib, Ibnu. 2007).
Dilakukan titrasi dengan larutan baku NaOH 0,0979 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda keunguan.Hal ini disebabkan karena metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini  adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda keunguan. Dan terakhir dicatat volume titrasinya.






BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
                 Dari percbaan Kali ini diperoleh hasil bahwa perbandingan kelarutan dari sampel asam benzoat dengan air sebagai pelarut pada suhu kamar dan suhu 60 adalah 0,05 dan 0,22. Hal ini menunjukan bahwa asam benzoat akan lebih larut pada suhu tinggi dari pada suhu rendah. Untuk koefisien distribusi asam borat dalam pelarut air tanpa minyak dan pelarut air dengan minyak yaitu  0,309 pada percobaan I dan 0,192 pada percobaan II. Jadi, asam borat dalam pelarut air tanpa minyak lebih besar dibandingkan dengan kadar asam borat dalam pelarut air dengan minyak. Atau dengan kata lain, jumlah koefisien distribusi dari asam borat sedikit yang berarti bahwa asam boran bersifat hidrofilik. Karena koefisien distribusi berbanding lurus dengan kadar fase minyak dan berbanding terbalik dengan kadar airnya.
VI.2. Saran
1.      Untuk para praktikan agar lebih memperhatikan cara kerja dari percobaan agar kiranya bisa lebih paham dan mengerti.
2.      Untuk laboratorium agar fasilitas lebih dilengkapi.


BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
                 Dari percbaan Kali ini diperoleh hasil bahwa perbandingan kelarutan dari sampel asam benzoat dengan air sebagai pelarut pada suhu kamar dan suhu 60 adalah 0,05 dan 0,22. Hal ini menunjukan bahwa asam benzoat akan lebih larut pada suhu tinggi dari pada suhu rendah. Untuk koefisien distribusi asam borat dalam pelarut air tanpa minyak dan pelarut air dengan minyak yaitu  0,309 pada percobaan I dan 0,192 pada percobaan II. Jadi, asam borat dalam pelarut air tanpa minyak lebih besar dibandingkan dengan kadar asam borat dalam pelarut air dengan minyak. Atau dengan kata lain, jumlah koefisien distribusi dari asam borat sedikit yang berarti bahwa asam boran bersifat hidrofilik. Karena koefisien distribusi berbanding lurus dengan kadar fase minyak dan berbanding terbalik dengan kadar airnya.
VI.2. Saran
1.      Untuk para praktikan agar lebih memperhatikan cara kerja dari percobaan agar kiranya bisa lebih paham dan mengerti.
2.      Untuk laboratorium agar fasilitas lebih dilengkapi.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. PenuntunPraktikumFarmasiFisika. UNG-Press: Gorontalo
Dirjen, POM. 1979. Farmakope Indonesiaedisi III.DepartemenKesehatanRepublik Indonesia: Jakarta
Dirjen, POM. 1995. Farmakope Indonesiaedisi IV.DepartemenKesehatanRepublik Indonesia: Jakarta
Ernest. 1999. DinamikaObat.ITB: Bandung
Golib, Ibnu. 2007. Kimia FarmasiAnalisis. Yogyakarta: PustakaPelajar
Martin, Alfred. 1990. FarmasiFisika 1. Universitas Indonesia Press: Jakarta
Mahdi, jufri. 2004.
Moechtar. 1989. FarmasiFisika. GadjahMada University Press: Yogyakarta
Rivai, H. 1995.  AzasPemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press


Tidak ada komentar:

Posting Komentar