Sabtu, 18 Oktober 2014

Kompleksasi Obat

BAB I
PENDAHULUAN
Suatu senyawa yang terkandung dalam obat pada umumnyaadalah senyawa kompleks atau senyawa yang merupakan gabungan dari beberapa senyawa sederhana. Dalam bidang kefarmasian, kekompleksan antara bahan obat dengan pelarutnya perlu untuk diketahui karena akan berpengaruh pada stabilitas kimiawi sediaan farmasi.
Salah satu stabilitas obat yang dimaksud adalah kelarutan.Dimana, metode kompleksasi ini digunakan untuk menambah kelarutan suatu senyawa obat.Dengan adanya penambahan senyawa pengkompleks, suatu senyawa yang pada awalnya memiliki kelarutan yang rendah, perlahan akan meningkat kelarutannya. Tetapi, kadar dari senyawa pengkomples yang ditambahkan memiliki batas tertentu yang apabila melewati dari kadar itu, senyawa tersebut justru akan menjadi sukar larut.
Reaksi pembentukan senyawa kompleks bergantung pada persenyawaan bukan ion hidrogen atau ion hidroksida untuk membentuk suatu ion atau suatu senyawa yang dapat larut dan sedikit terdisosiasi. Kation yang logam cenderung untuk membentuk kompleks. Sifat ini digunakan untuk pemisahan, penetapan kadar, dan membuat kation yang tidak dapat bereaksi. Untuk analisis yang penting adalah tetapan stabilitas (kestabilan) dan tetapan disosiasi.Dalam analisis kompleksometri merupakan analisa terhadap pembentukan suatu senyawa kompleks suatu larutan dengan zat pembentuk kompleks.
Dalam percobaan kali ini, sampel yang akan ditentukan kelarutannya dengan penambahan senyawa pengkompleks adalah kofein dengan sulfonamida sebagai senyawa pengkompleksnya. Untuk lebih memahami kompleksasi obat maka perlu dilakukan percobaan ini.



I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1  Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan suatu zat dengan penambahan zat pengompleks.
I.2.2  Tujuan Percobaan
Menetapkan kelarutan kofein dalam larutan dengan penambahan sulfonamida menggunakan metode spektrofotometer.
I.3   Prinsip Percobaan
Penetapan kelarutan dari kofein dalam larutan dengan penambahan sulfanilamida dengan dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada kompleks yang terjadi antara kofein dengan sulfonamida yang di ukur dengan menggunakan spektrofotometer.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1   Teori Umum
Kompleks atau senyawa koordinasi, menurut definisi klasik, diakibatkan oleh mekanisme donor akseptor atau reaksi asam basa antara dua atau lebih konstituen kimia yang berbeda.Setiap atom atau ion nonlogam apakah bebas atau berada dalam molekul netral atau dalam senyawa ionic, yang dapat menyumbangkan satu pasang elektron, dapat bertindak sebagai donor.Akseptor atau konstituen yang ambil bagian dalam pasangan elektron, seringkali berupa ion logam, walaupun dapat juga berupa atom netral (Martin, 1999).
Dalam pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks.Suatu ion atau molekul kompleks terdiri dari satu ion (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu.Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tidak dapat ditafsirkan di dalam lingkup konsep valensi klasik (Roth, 1994).
Metode-metode analisis pembentukan kompleks ada beberapa macam, antara lain (Day, 1995):
1.      Metode variasi berkesinambungan
Metode ini berdasarkan pada kenyataan bahwa apabila dua senyawa membentuk kompleks maka terjadi perubahan sifat fisika dan kimia.
2.      Metode titrasi
Metode ini diterapkan pada pembentukan kompleks glisin dan Cu yang dititrasi dengan NaOH.
3.      Metode distribusi
Metode distribusi diterapkan pada pembentukan kompleks iodium dan KI.Iodium dilarutkan dalam CS2dan KI dilarutkan dalam air.Kelarutan iodium dalam air karena terbentuk kompleks.
4.      Metode kelarutan
Kelarutan pada amino benzoat akan menambah kelarutan kofein, dimana kadar kofein diukur dengan spektrofotometer.
Gaya antar molekul yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah Van Der Waals dari dispersi, dipolar dan tipe dipolar induksi. Ikatan hidrogen memberikan gaya yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler dan kovalen koordinat sangat penting dalam kompleks logam. Perpindahan muatan dan interaksi hidrofobik pun terjadi (Martin, 1999).
Satu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah logam yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu.Atom pusat ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat yang menunjukkan jumlah ligan (monodental) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom pusat.Susunan logam-logam sekitar atom pusat adalah simetris (Svehla, 1990).
G.N Lewis menerangkan bahwa pembentukan kompleks terjadi karena pasangan elektron seluruhnya oleh satu ligan kepada atom pusat, inilah yang disebut ikatan datif. Teori Medan Ligan menjelaskan bahwa pembentukan kompleks atas dasar medan elektrostatik yang diciptakan oleh ligan-ligan dalam dari atom pusat. Medan ligan menyebabkan penguraian tingkatan energi orbital-orbital atom pusat, yang lalu menghasilkan energi untuk menstabilkan kompleks itu (energi stabilitas medan ligan) (Svehla, 1990).
Pada pembagian besar logam cenderung untuk membentuk kompleks. Sifat ini dapat digunakan untuk pemisahan, penentuan kadar dan untuk membuat kation tidak dapat bereaksi. Untuk analisis kuantitatif yang penting adalah tetapan stabilitas (kestabilan) dan tetapan disosiasi.Pada pembentukan dan penguraian senyawa kompleks dibedakan antara disosiasi pertama dan kedua.Disosiasi pertama merupakan disosiasi menjadi kation dan anion kompleks, yang biasanya terjadi secara sempurna (Roth, 1994).
Makin besar tetapan disosiasi, makin banyak ion dalam larutan dan makin tidak stabil kompleks yang terjadi.Selain itu diketahui juga bahwa banyak senyawa kompleks yang terdisosiasi secara bertahap.Ion kompleks tunggal hanya terdapat pada larutan senyawa kompleks yang sangat kuat (Day, 1995).
Interaksi antara kafein dengan obat misalnya sulfanilamid atau barbiturat disebabkan oleh gaya dipol-dipol atau ikatan hidrogen antara gugus karbonil yang terpolarisasi dari kafein dan atom hidrogen dari asam. Interaksi sekunder mungkin terjadi antara bagian-bagian molekul nonpolar dan kompleks ditekan keluar dari fase air karena tekanan internal air yang besar.Kedua efek ini menyebabkan derajat interaksi yang tinggi (Martin, 1990).
Spektrofotometri adalah sebuah metode analisis untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya.Spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer.Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sementara fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi.Istilah spektrofotometri berhubungan dengan pengukuran energi radiasi yang diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi maupun pengukuran panjang absorpsi terisolasi pada suatu panjang gelombang tertentu (Day, 1995).
Secara umum spektrofotometri dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
a)Spektrofotometer ultraviolet
b) Spektrofotometer sinar tampak
c) Spektrofotometer infra merah
d) Spektrofotometer serapan atom
            Spektrum elektromagnetik terdiri dari urutan gelombang dengan sifat-sifat yang berbeda.Kawasan gelombang penting di dalam penelitian biokimia adalah ultra lembayung (UV, 180-350 nm) dan tampak (VIS, 350-800 nm).Cahaya di dalam kawasan ini mempunyai energi yang cukup untuk mengeluarkan elektron valensi di dalam molekul tersebut (Harjadi, 1990).
  Penyerapan sinar UV-Vis dibatasi pada sejumlah gugus fungsional atau gugus kromofor yang mengandung elektron valensi dengan tingkat eksutasi rendah.Tiga jenis elektron yang terlibat adalah sigma, phi, dan elektron bebas.Kromofor-kromofor organik seperti karbonil, alkena, azo, nitrat, dan karboksil mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak.Panjang gelombang maksimumnya dapat berubah sesuai dengan pelarut yang digunakan.Auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas nseperti hidroksil, metoksi, dan amina. Terkaitnya gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar dan disertai dengan peningkatan intensitas. Ketika cahaya melewati suatu larutan biomolekul, terjadi dua kemungkinan.Kemungkinan pertama adalah cahaya ditangkap dan kemungkinan kedua adalah cahaya discattering.Bila energi dari cahaya (foton) harus sesuai dengan perbedaan energi dasar dan energi eksitasi dari molekul tersebut. Proses inilah yang menjadi dasar pengukuran absorbansi dalam spektrofotometer (Sutopo, 2006).
Cara kerja spektrofotometer dimulai dengan dihasilkannya cahaya monokromatik dari sumber sinar.Cahaya tersebut kemudian menuju ke kuvet (tempat sampel/sel). Banyaknya cahaya yang diteruskan maupun yang diserap oleh larutan akan dibaca oleh detektor yang kemudian menyampaikan ke layar pembaca (Sastrohamidjojo, 1992).

II.2 Uraian Bahan
1.    Air Suling (Dirjen  POM: 1979)
Nama Resmi             : Aqua Destillata
Sinonim                    : Aquades, air suling
RM/BM                    : H2O

Rumus Bangun        :



Pemerian                  : Cairan  jernih,  tidak  berwarna,  tidak berbau,  tidak berasa
Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                 : Sebagai pelarut
2.      Kafein (Dirjen  POM: 1979)
Nama Resmi             : Coffeinum
Sinonim                    : Kafein; 1,3,7-trimetil xantin
RM/BM                    : C8H10N4O2/194,19
Rumus Bangun        :



Pemerian                  : Serbuk atau hablur bentuk jarum, mengkilap biasanya menggumpal, putih, tidak berbau rasa pahit.
Kelarutan                 : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, mudah  larut dalam kloroform dan sukar larut dalam eter.
Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan                 : Sebagai sampel
3.      Sulfanilamid (Dirjen  POM: 1979)
Nama Resmi             : Sulfanilamidum
Sinonim                    : Sulfanilamid; p-aminobenzosulfonamidaa
RM/BM                    : C6H8N2O2S / 172,21


Rumus Bangun        :


Pemerian                  : Hablur, serbuk hablur atau butiran putih tidak berbau, rasa pahit kemudian manis.
Kelarutan                 : Larut dalam 200 bagian air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol, sangat sukar larut dalam kloroform, eter dan benzene.
Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Kegunaan                 : Sebagai pengompleks



BAB III
METODE KERJA
III.1    Alat dan Bahan
III.1.1        Alat-alat yang digunakan
1.         Batang Pengaduk
2.         Beker gelas 250 mL
3.         Botol semprot
4.         Labu ukur 50 mL dan 100 mL
5.         Pipet volume 1,0 mL dan 10,0 mL
6.         Rak tabung
7.         Sendok tanduk
8.         Spektrofotometer UV
9.         Tabung reaksi
10.     Timbangan
III.1.2        Bahan-bahan yang digunakan
1.        Aquadest
2.        Kertas saring
3.        Kertas timbang
4.        Kofein
5.        Sulfanilamid
6.        Tissue Roll
III.2    Cara Kerja
III.2.1        Larutan Standar
1.         Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.         Ditimbang 2,5 g kofein
3.         Dilarutkan kofein dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL
4.         Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume 1,0 mL, dimasukan kedalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
5.         Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume, dimasukan kedalam labu ukur 50,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 50 mL.
6.         Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume, kemudian dimasukan kedalam tabung reaksi.
7.         Diukur serapan larutan pada spectrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai.
III.2.2        Larutan Sampel
1.        Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.        Ditimbang 2,5 g kofein.
3.        Dibuat larutan, dimana 2,5 g kofein dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya.
4.        Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume 5,0 mL, dimasukan kedalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
5.        Dipipet 10 mL larutan dengan pipet volume 10,0 mL dimasukan kedalam labu ukur 100,0 mL lalu dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 100 mL.
6.        Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukan kedalam tabung reaksi.
7.        Dibuat larutan dengan cara yang sama menggunakan kofein 2,5 g dengan penambahan sulfanilamid sebanyak 0,5 g; 1,0 g; 1,5 g; dan 2,0 g
8.        Diukur serapan semua larutan pada spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai.


III.2.3        Larutan Blangko
1.        Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.        Dibuat larutan dengan melarutkan 0,5 g sulfanilamid dengan air suling dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
3.        Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukan kedalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
4.        Dipipet 10,0 mL larutan tersebut dengan pipet volume lalu dicukupkan volumenya dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL.
5.        Dipipet 10 mL larutan tersebut lalu dimasukan kedalam tabung reaksi.
6.        Dibuat larutan dengan cara yang sama untuk sulfanilamid 1,0 g; 1,5 g; dan 2,0 g
7.        Diukur serapan semua larutan pada spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai.












BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1. Data Pengamatan
Sampel
Absorben
Kofein 2,5 g
0,4377
Kofein 2,5 g + sulfonamida 0,5 g
1,1151
Kofein 2,5 g+ sulfonamida 1 g
1,1408
Kofein 2,5 g + sulfonamida 1,5 g
1,2273
Blangko
Absorben
Blangko Air
0,2485
Sulfonamida 0,5 g
1,2133
Sulfonamida 1g
1,2885
Sulfonamida 1,5 g
1,3411






IV.2. Perhitungan
Kofein 2,5 g             air ad 100 mL

                                                1 mL             ad 100 mL

1 mL             ad 50 mL

               10 mL
Ø  Konsentrasi Kofein (Cs)
Cs =      x 106            = 25.000 ppm
x 25.000    = 250 ppm
x 250         = 5 ppm

Ø  Faktor Pengenceran
Kofein 2,5 g = 2.500 mg. Jadi,
Fp  =           =
=     5 x 10-3
Ø  Konsentrasi Sampel
1)      Konsentrasi Kofein 2,5 g + Sulfonilamida 0,5 g
Cx   =   x Cs x Fp
                              =   x 5 ppm x 5x10-3
                              =  2,547 x 5 ppm x 5x10-3
                              =  0,0064 mg/L
2)      KonsentrasiKofein 2,5 g + Sulfonilamida 1 g
Cx   =   x Cs x Fp
                              =   x 5 ppm x 5x10-3
                              =  2,606 x 5 ppm x 5x10-3
                                        =  0,065 mg/L
3)      Konsentrasi Kofein 2,5 g + Sulfonilamida 1,5 g
Cx   =   x Cs x Fp
                              =   x 5 ppm x 5x10-3
                              =  2,803 x 5 ppm x 5x10-3
                                        =  0,07 mg/L
IV.3. Reaksi Kimia
+
 


                                                                       
Metil amina
Sulfonilamida
Kofein
 



BAB V
PEMBAHASAN
Kompleksasi adalah pembentukan suatu senyawa kompleks suatu larutan dengan senyawa pembentuk kompleks.Kompleks atau senyawa koordinasi, menurut definisi klasik, diakibatkan oleh mekanisme donor-akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara dua atau lebih konstituen kimia yang berbeda.Setiap atom atau ion nonlogam apakah bebas atau berada dalam molekul netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat menyumbangkan satu pasang elektron, dapat bertindak sebagai donor.Akseptor, atau konstituen yang ambil bagian dalam pasangan elektron, seringkali berupa ion logam, walaupun dapat juga berupa atom netral.
Pada percobaan kali ini, akan diuji kelarutan dari kofein terhadap air, dimana menurut teori, kofein bersifat sukar larut dalam air. Dengan melarutkan kofein bersama sulfonamida, maka kelarutan kofein dalam air akan semakin bertambah. Hal ini dapat terjadi karena adanya gaya dipol-dipol atau ikatan hidrogen antara gugus karbonil yang terpolarisasi dengan kofein dan atom hydrogen dari sulfonamida. Interaksi sekunder mungkin terjadi antara bagian-bagian molekul nonpolar dengan kompleks “ditekan keluar” dai fase air karena tekana internal air yang besar. Kedua efek ini menyebabkan interaksi yang tinggi.
Kompleksasi dapat terjadi karena adanya ikatan hidrogen antara oksigen nukleofilik dan suatu hidrogen elektrofilik.Pada molekul kofein terdapat pusat yang relatif positif sebagai tempat terjadinya kompleksasi. Molekul kofein dapat menjadi sangat elektrofilik  kuat atau asam kuat yang disebabkan oleh tarikan elektron oleh oksigen. Dengan demikian, kompleksasi dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi dipol-dipol antara oksigen karbonil nuleofilik dari sulfonamida dan hidrogen elektrofilik dari kofein.
Penetapan kelarutan dari kofein akan diukur dengan penambahan senyawa pengkompleks yang dalam hal ini adalahsulfonamida. Jumlah sulfonamida yang ditambahkan berbeda hal ini bertujuan untuk mengetahui batas kadar sulfonamide yang bersifat pengkompleks sebab apabila suatu senyawa pengkompleks yang ditambahkan melebihi batas yang ditentukan, maka senyawa pengkompleks tersebut tidak lagi dapat meningkatkan kelarutan tapi justru akan menurunkan kelarutan suatu senyawa.
Pada percobaan kali ini, alat yang digunakan adalah sektrofotometer. Alat ini pada dasarnya terdiri dari sinar polikromatik, monokromator yang berfungsi untuk  mengubah sinar pilokromatik menjadi monokromatik, kemudian detektor akan mengubah sinar monokromatik menjadi gelombang listrik. Amplifier berguna untuk memperkuat gelombang ultrasonik dan terakhir adalah display sebagai tempat pencatatan nilaiabsorben gelombang dari sampel yang diukur.Apabila nilai absorbennya besar, maka kelarutan dari sampel yang diukur juga besar.
Dari hasil yang didapatkan, diperoleh data bahwa pada penambahan 0,5 g sulfonamida jumlah kofein yang larut adalah 0,0064 mg/L, pada penambahan 1 g sulfonamida jumlah kofein yang larut adalah 0,065 mg/L dan pada penambahan 1,5 g sulfonamida jumlah kofein yang larut adalah 0,07mg/L. angka-angka ini menujukkan bahwa semakin banyak pengkompleks yang ditambahkan maka kelarutan zat juga akan semakin tinggi dan jumlah zat yang larut akan semakin banyak.


                                                                              










BAB VI
PENUTUP
VI.1    Kesimpulan
Berdasarkan pada percobaan kompleksasi kali ini, perbandingan konsentarsi yang telah diperoleh yaitu 0,5 g : 1,0 g : 1,5 g adalah 0,0064 mg/L : 0,065 mg/L : 0,07 mg/L. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa kelarutan dari kofein akan semakin bertambah karena dipengaruhi oleh penambahan sulfanilamida.
VI.2      Saran
15

Sebaiknya digunakan juga agen pengkompleks yang lain agar hasilnya dapat diperbandingkan.


















DAFTAR PUSTAKA

Day,R.A. 1995.Analisis Kimia Kuantitatif. Penerbit Erlangga : Jakarta
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
Hardjadi.W. 1990.Ilmu Kimia Analitikdasar.PT Gramedia : Jakarta
Martin,A. 1990. Farmasi Fisik Jilid I.  Universitas Indonesia Press : Jakarta
Roth,H.J.1994. Analisis Farmasi. Universitas Gadjah Mada Press : Yogyakarta
Sastrohamidjojo,H. 1992. Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta Liberty : Yogyakarta
Sutopo.2006. Kimia Analisa. Exacta : Solo
Svehla,G. 1990. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik. PT Kalman Media : Jakarta



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar