BAB
I
PENDAHULUAN
Suatu
senyawa yang terkandung dalam obat pada umumnyaadalah senyawa kompleks atau
senyawa yang merupakan gabungan dari beberapa senyawa sederhana. Dalam bidang
kefarmasian, kekompleksan antara bahan obat dengan pelarutnya perlu untuk
diketahui karena akan berpengaruh pada stabilitas kimiawi sediaan farmasi.
Salah
satu stabilitas obat yang dimaksud adalah kelarutan.Dimana, metode kompleksasi
ini digunakan untuk menambah kelarutan suatu senyawa obat.Dengan adanya penambahan
senyawa pengkompleks, suatu senyawa yang pada awalnya memiliki kelarutan yang
rendah, perlahan akan meningkat kelarutannya. Tetapi, kadar dari senyawa
pengkomples yang ditambahkan memiliki batas tertentu yang apabila melewati dari
kadar itu, senyawa tersebut justru akan menjadi sukar larut.
Reaksi
pembentukan senyawa kompleks bergantung pada persenyawaan bukan ion hidrogen
atau ion hidroksida untuk membentuk suatu ion atau suatu senyawa yang dapat
larut dan sedikit terdisosiasi. Kation yang logam cenderung untuk membentuk
kompleks. Sifat ini digunakan untuk pemisahan, penetapan kadar, dan membuat kation
yang tidak dapat bereaksi. Untuk analisis yang penting adalah tetapan
stabilitas (kestabilan) dan tetapan disosiasi.Dalam analisis kompleksometri
merupakan analisa terhadap pembentukan suatu senyawa kompleks suatu larutan
dengan zat pembentuk kompleks.
Dalam
percobaan kali ini, sampel yang akan ditentukan kelarutannya dengan penambahan
senyawa pengkompleks adalah kofein dengan sulfonamida sebagai senyawa
pengkompleksnya. Untuk lebih memahami kompleksasi obat maka perlu dilakukan
percobaan ini.
I.2
Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud
Percobaan
Mengetahui
dan memahami cara penentuan kelarutan suatu zat dengan penambahan zat
pengompleks.
I.2.2 Tujuan
Percobaan
Menetapkan
kelarutan kofein dalam larutan dengan penambahan sulfonamida menggunakan metode
spektrofotometer.
I.3
Prinsip
Percobaan
Penetapan kelarutan dari kofein dalam larutan dengan
penambahan sulfanilamida dengan dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan
pada kompleks yang terjadi antara kofein dengan sulfonamida yang di ukur dengan
menggunakan spektrofotometer.
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Kompleks atau senyawa
koordinasi, menurut definisi klasik, diakibatkan oleh mekanisme donor akseptor
atau reaksi asam basa antara dua atau lebih konstituen kimia yang
berbeda.Setiap atom atau ion nonlogam apakah bebas atau berada dalam molekul
netral atau dalam senyawa ionic, yang dapat menyumbangkan satu pasang elektron,
dapat bertindak sebagai donor.Akseptor atau konstituen yang ambil bagian dalam
pasangan elektron, seringkali berupa ion logam, walaupun dapat juga berupa atom
netral (Martin, 1999).
Dalam pelaksanaan
analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan
pembentukan kompleks.Suatu ion atau molekul kompleks terdiri dari satu ion
(ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat
itu.Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak
mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tidak dapat
ditafsirkan di dalam lingkup konsep valensi klasik (Roth, 1994).
Metode-metode analisis
pembentukan kompleks ada beberapa macam, antara lain (Day, 1995):
1.
Metode variasi berkesinambungan
Metode
ini berdasarkan pada kenyataan bahwa apabila dua senyawa membentuk kompleks
maka terjadi perubahan sifat fisika dan kimia.
2.
Metode titrasi
Metode
ini diterapkan pada pembentukan kompleks glisin dan Cu yang dititrasi dengan
NaOH.
3.
Metode distribusi
Metode
distribusi diterapkan pada pembentukan kompleks iodium dan KI.Iodium dilarutkan
dalam CS2dan KI dilarutkan dalam air.Kelarutan iodium dalam air
karena terbentuk kompleks.
4.
Metode kelarutan
Kelarutan
pada amino benzoat akan menambah kelarutan kofein, dimana kadar kofein diukur
dengan spektrofotometer.
Gaya
antar molekul yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah Van Der Waals
dari dispersi, dipolar dan tipe dipolar induksi. Ikatan hidrogen memberikan
gaya yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler dan kovalen koordinat
sangat penting dalam kompleks logam. Perpindahan muatan dan interaksi
hidrofobik pun terjadi (Martin, 1999).
Satu
ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah
logam yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu.Atom pusat ditandai oleh
bilangan koordinasi, suatu angka bulat yang menunjukkan jumlah ligan
(monodental) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom
pusat.Susunan logam-logam sekitar atom pusat adalah simetris (Svehla, 1990).
G.N
Lewis menerangkan bahwa pembentukan kompleks terjadi karena pasangan elektron
seluruhnya oleh satu ligan kepada atom pusat, inilah yang disebut ikatan datif.
Teori Medan Ligan menjelaskan bahwa pembentukan kompleks atas dasar medan
elektrostatik yang diciptakan oleh ligan-ligan dalam dari atom pusat. Medan
ligan menyebabkan penguraian tingkatan energi orbital-orbital atom pusat, yang
lalu menghasilkan energi untuk menstabilkan kompleks itu (energi stabilitas
medan ligan) (Svehla, 1990).
Pada
pembagian besar logam cenderung untuk membentuk kompleks. Sifat ini dapat
digunakan untuk pemisahan, penentuan kadar dan untuk membuat kation tidak dapat
bereaksi. Untuk analisis kuantitatif yang penting adalah tetapan stabilitas
(kestabilan) dan tetapan disosiasi.Pada pembentukan dan penguraian senyawa
kompleks dibedakan antara disosiasi pertama dan kedua.Disosiasi pertama
merupakan disosiasi menjadi kation dan anion kompleks, yang biasanya terjadi
secara sempurna (Roth, 1994).
Makin
besar tetapan disosiasi, makin banyak ion dalam larutan dan makin tidak stabil
kompleks yang terjadi.Selain itu diketahui juga bahwa banyak senyawa kompleks
yang terdisosiasi secara bertahap.Ion kompleks tunggal hanya terdapat pada
larutan senyawa kompleks yang sangat kuat (Day, 1995).
Interaksi
antara kafein dengan obat misalnya sulfanilamid atau barbiturat disebabkan oleh
gaya dipol-dipol atau ikatan hidrogen antara gugus karbonil yang terpolarisasi
dari kafein dan atom hidrogen dari asam. Interaksi sekunder mungkin terjadi
antara bagian-bagian molekul nonpolar dan kompleks ditekan keluar dari fase air
karena tekanan internal air yang besar.Kedua efek ini menyebabkan derajat
interaksi yang tinggi (Martin, 1990).
Spektrofotometri adalah sebuah metode analisis untuk mengukur
konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi
berkas sinar atau cahaya.Spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari
spektrofotometer dan fotometer.Spektrofotometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sementara fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi.Istilah
spektrofotometri berhubungan dengan pengukuran energi radiasi yang diserap oleh
suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi maupun pengukuran
panjang absorpsi terisolasi pada suatu panjang gelombang tertentu (Day, 1995).
Secara umum spektrofotometri
dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
a)Spektrofotometer ultraviolet
a)Spektrofotometer ultraviolet
b) Spektrofotometer sinar tampak
c) Spektrofotometer infra merah
d) Spektrofotometer serapan atom
Spektrum elektromagnetik terdiri dari urutan gelombang dengan sifat-sifat yang
berbeda.Kawasan gelombang penting di dalam penelitian biokimia adalah ultra
lembayung (UV, 180-350 nm) dan tampak (VIS, 350-800 nm).Cahaya di dalam kawasan
ini mempunyai energi yang cukup untuk mengeluarkan elektron valensi di dalam
molekul tersebut (Harjadi, 1990).
Penyerapan sinar UV-Vis dibatasi pada sejumlah gugus
fungsional atau gugus kromofor yang mengandung elektron valensi dengan tingkat
eksutasi rendah.Tiga jenis elektron yang terlibat adalah sigma, phi, dan
elektron bebas.Kromofor-kromofor organik seperti karbonil, alkena, azo, nitrat,
dan karboksil mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak.Panjang
gelombang maksimumnya dapat berubah sesuai dengan pelarut yang
digunakan.Auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas
nseperti hidroksil, metoksi, dan amina. Terkaitnya gugus kromofor akan
mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih
besar dan disertai dengan peningkatan intensitas. Ketika cahaya melewati suatu
larutan biomolekul, terjadi dua kemungkinan.Kemungkinan pertama adalah cahaya
ditangkap dan kemungkinan kedua adalah cahaya discattering.Bila energi dari
cahaya (foton) harus sesuai dengan perbedaan energi dasar dan energi eksitasi
dari molekul tersebut. Proses inilah yang menjadi dasar pengukuran absorbansi
dalam spektrofotometer (Sutopo, 2006).
Cara kerja spektrofotometer dimulai dengan dihasilkannya cahaya
monokromatik dari sumber sinar.Cahaya tersebut kemudian menuju ke kuvet (tempat
sampel/sel). Banyaknya cahaya yang diteruskan maupun yang diserap oleh larutan
akan dibaca oleh detektor yang kemudian menyampaikan ke layar pembaca
(Sastrohamidjojo, 1992).
II.2
Uraian Bahan
1. Air
Suling (Dirjen POM: 1979)
Nama Resmi : Aqua Destillata
Sinonim :
Aquades, air suling
RM/BM : H2O
|
Pemerian :
Cairan jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup baik
Kegunaan : Sebagai
pelarut
2. Kafein
(Dirjen POM: 1979)
Nama Resmi : Coffeinum
Sinonim : Kafein;
1,3,7-trimetil xantin
RM/BM : C8H10N4O2/194,19
|
Pemerian : Serbuk
atau hablur bentuk jarum, mengkilap biasanya menggumpal, putih, tidak berbau
rasa pahit.
Kelarutan : Agak
sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform dan sukar larut dalam
eter.
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai
sampel
3. Sulfanilamid
(Dirjen POM: 1979)
Nama Resmi : Sulfanilamidum
Sinonim :
Sulfanilamid; p-aminobenzosulfonamidaa
RM/BM : C6H8N2O2S
/ 172,21
|
Pemerian : Hablur,
serbuk hablur atau butiran putih tidak berbau, rasa pahit kemudian manis.
Kelarutan : Larut
dalam 200 bagian air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut
dalam etanol, sangat sukar larut dalam kloroform, eter dan benzene.
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Kegunaan : Sebagai
pengompleks
METODE KERJA
III.1 Alat
dan Bahan
III.1.1
Alat-alat yang
digunakan
1.
Batang
Pengaduk
2.
Beker gelas
250 mL
3.
Botol semprot
4.
Labu ukur 50
mL dan 100 mL
5.
Pipet volume
1,0 mL dan 10,0 mL
6.
Rak tabung
7.
Sendok tanduk
8.
Spektrofotometer
UV
9.
Tabung reaksi
10.
Timbangan
III.1.2
Bahan-bahan
yang digunakan
1.
Aquadest
2.
Kertas saring
3.
Kertas timbang
4.
Kofein
5.
Sulfanilamid
6.
Tissue Roll
III.2 Cara
Kerja
III.2.1
Larutan Standar
1.
Disiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan
2.
Ditimbang 2,5
g kofein
3.
Dilarutkan
kofein dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya
hingga 100 mL
4.
Dipipet 1 mL
larutan dengan pipet volume 1,0 mL, dimasukan kedalam labu ukur 100,0 mL dan
dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
5.
Dipipet 1 mL
larutan dengan pipet volume, dimasukan kedalam labu ukur 50,0 mL dan dicukupkan
volumenya hingga 50 mL.
6.
Dipipet lagi
10 mL larutan dengan pipet volume, kemudian dimasukan kedalam tabung reaksi.
7.
Diukur serapan
larutan pada spectrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai.
III.2.2
Larutan Sampel
1.
Disiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan
2.
Ditimbang 2,5
g kofein.
3.
Dibuat
larutan, dimana 2,5 g kofein dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100,0
mL dan dicukupkan volumenya.
4.
Dipipet 5 mL
larutan dengan pipet volume 5,0 mL, dimasukan kedalam labu ukur 100,0 mL dan
dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
5.
Dipipet 10 mL
larutan dengan pipet volume 10,0 mL dimasukan kedalam labu ukur 100,0 mL lalu
dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 100 mL.
6.
Dipipet lagi
10 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukan kedalam tabung reaksi.
7.
Dibuat larutan
dengan cara yang sama menggunakan kofein 2,5 g dengan penambahan sulfanilamid
sebanyak 0,5 g; 1,0 g; 1,5 g; dan 2,0 g
8.
Diukur serapan
semua larutan pada spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai.
III.2.3
Larutan Blangko
1.
Disiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan
2.
Dibuat larutan
dengan melarutkan 0,5 g sulfanilamid dengan air suling dalam labu ukur 100 mL
dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
3.
Dipipet 5 mL
larutan dengan pipet volume lalu dimasukan kedalam labu ukur 100,0 mL dan
dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
4.
Dipipet 10,0
mL larutan tersebut dengan pipet volume lalu dicukupkan volumenya dengan air
suling dalam labu ukur 100,0 mL.
5.
Dipipet 10 mL
larutan tersebut lalu dimasukan kedalam tabung reaksi.
6.
Dibuat larutan
dengan cara yang sama untuk sulfanilamid 1,0 g; 1,5 g; dan 2,0 g
7.
Diukur serapan
semua larutan pada spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai.
BAB
IV
HASIL
PENGAMATAN
IV.1.
Data Pengamatan
Sampel
|
Absorben
|
Kofein 2,5 g
|
0,4377
|
Kofein 2,5 g + sulfonamida 0,5 g
|
1,1151
|
Kofein 2,5 g+ sulfonamida 1 g
|
1,1408
|
Kofein 2,5 g + sulfonamida 1,5 g
|
1,2273
|
Blangko
|
Absorben
|
Blangko
Air
|
0,2485
|
Sulfonamida
0,5 g
|
1,2133
|
Sulfonamida
1g
|
1,2885
|
Sulfonamida
1,5 g
|
1,3411
|
IV.2.
Perhitungan
10 mL
Ø Konsentrasi
Kofein (Cs)
Cs =
x 106 =
25.000 ppm
Ø Faktor Pengenceran
Kofein 2,5 g = 2.500 mg. Jadi,
Fp =
=
= 5
x 10-3
Ø Konsentrasi Sampel
1) Konsentrasi Kofein
2,5 g + Sulfonilamida 0,5 g
Cx =
x Cs x Fp
=
x 5 ppm x 5x10-3
= 2,547 x 5 ppm x 5x10-3
= 0,0064 mg/L
2) KonsentrasiKofein
2,5 g + Sulfonilamida 1 g
Cx =
x Cs x Fp
=
x 5 ppm x 5x10-3
= 2,606 x 5 ppm x 5x10-3
=
0,065 mg/L
3) Konsentrasi Kofein
2,5 g + Sulfonilamida 1,5 g
Cx =
x Cs x Fp
=
x 5 ppm x 5x10-3
= 2,803 x 5 ppm x 5x10-3
=
0,07 mg/L
IV.3. Reaksi Kimia
+
|
Metil amina
|
Sulfonilamida
|
Kofein
|
BAB
V
PEMBAHASAN
Kompleksasi adalah pembentukan suatu
senyawa kompleks suatu larutan dengan senyawa pembentuk kompleks.Kompleks atau
senyawa koordinasi, menurut definisi klasik, diakibatkan oleh mekanisme
donor-akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara dua atau lebih konstituen
kimia yang berbeda.Setiap atom atau ion nonlogam apakah bebas atau berada dalam
molekul netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat menyumbangkan satu pasang
elektron, dapat bertindak sebagai donor.Akseptor, atau konstituen yang ambil
bagian dalam pasangan elektron, seringkali berupa ion logam, walaupun dapat
juga berupa atom netral.
Pada percobaan kali
ini, akan diuji kelarutan dari kofein terhadap air, dimana menurut teori,
kofein bersifat sukar larut dalam air. Dengan melarutkan kofein bersama
sulfonamida, maka kelarutan kofein dalam air akan semakin bertambah. Hal ini
dapat terjadi karena adanya gaya dipol-dipol atau ikatan hidrogen antara gugus
karbonil yang terpolarisasi dengan kofein dan atom hydrogen dari sulfonamida.
Interaksi sekunder mungkin terjadi antara bagian-bagian molekul nonpolar dengan
kompleks “ditekan keluar” dai fase air karena tekana internal air yang besar. Kedua
efek ini menyebabkan interaksi yang tinggi.
Kompleksasi dapat
terjadi karena adanya ikatan hidrogen antara oksigen nukleofilik dan suatu
hidrogen elektrofilik.Pada molekul kofein terdapat pusat yang relatif positif
sebagai tempat terjadinya kompleksasi. Molekul kofein dapat menjadi sangat
elektrofilik kuat atau asam kuat yang
disebabkan oleh tarikan elektron oleh oksigen. Dengan demikian, kompleksasi
dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi dipol-dipol antara oksigen karbonil
nuleofilik dari sulfonamida dan hidrogen elektrofilik dari kofein.
Penetapan kelarutan
dari kofein akan diukur dengan penambahan senyawa pengkompleks yang dalam hal
ini adalahsulfonamida. Jumlah sulfonamida yang ditambahkan berbeda hal ini
bertujuan untuk mengetahui batas kadar sulfonamide yang bersifat pengkompleks
sebab apabila suatu senyawa pengkompleks yang ditambahkan melebihi batas yang
ditentukan, maka senyawa pengkompleks tersebut tidak lagi dapat meningkatkan
kelarutan tapi justru akan menurunkan kelarutan suatu senyawa.
Pada percobaan kali
ini, alat yang digunakan adalah sektrofotometer. Alat ini pada dasarnya terdiri
dari sinar polikromatik, monokromator yang berfungsi untuk mengubah sinar pilokromatik menjadi
monokromatik, kemudian detektor akan mengubah sinar monokromatik menjadi
gelombang listrik. Amplifier berguna untuk memperkuat gelombang ultrasonik dan
terakhir adalah display sebagai tempat pencatatan nilaiabsorben gelombang dari
sampel yang diukur.Apabila nilai absorbennya besar, maka kelarutan dari sampel
yang diukur juga besar.
Dari hasil yang
didapatkan, diperoleh data bahwa pada penambahan 0,5 g sulfonamida jumlah
kofein yang larut adalah 0,0064
mg/L, pada penambahan 1 g sulfonamida
jumlah kofein yang larut adalah 0,065 mg/L dan pada penambahan 1,5 g sulfonamida jumlah
kofein yang larut adalah 0,07mg/L. angka-angka ini menujukkan bahwa semakin
banyak pengkompleks yang ditambahkan maka kelarutan zat juga akan semakin
tinggi dan jumlah zat yang larut akan semakin banyak.
BAB
VI
PENUTUP
VI.1
Kesimpulan
Berdasarkan pada percobaan kompleksasi
kali ini, perbandingan konsentarsi yang telah diperoleh yaitu 0,5 g : 1,0 g :
1,5 g adalah 0,0064 mg/L : 0,065 mg/L : 0,07 mg/L. Dengan demikian, dapat
diambil kesimpulan bahwa kelarutan dari kofein akan semakin bertambah karena
dipengaruhi oleh penambahan sulfanilamida.
VI.2
Saran
15
|
DAFTAR
PUSTAKA
Day,R.A. 1995.Analisis Kimia Kuantitatif. Penerbit Erlangga : Jakarta
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta
Hardjadi.W. 1990.Ilmu
Kimia Analitikdasar.PT Gramedia : Jakarta
Martin,A. 1990. Farmasi
Fisik Jilid I. Universitas Indonesia
Press : Jakarta
Roth,H.J.1994. Analisis
Farmasi. Universitas Gadjah Mada Press : Yogyakarta
Sastrohamidjojo,H. 1992. Spektroskopi
Inframerah. Yogyakarta Liberty : Yogyakarta
Sutopo.2006. Kimia Analisa.
Exacta : Solo
Svehla,G. 1990. Vogel Buku Teks
Analisis Anorganik. PT Kalman Media : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar